"LGBT Penyumbang Kasus HIV/AIDS Terbanyak di Lombok Timur, Pentingnya Kemauan Berobat." Ini judul berita di ntbsatu.com (7/11/2024).
Judul berita ini hoaks karena seks pada lesbian (L pada LGBT) bukan faktor risiko penularan HIV/AIDS karena bukan seks penetrasi. Tentu merupakan perbuatan yang melawan hukum sesuai dengan UU ITE.
Dalam berita disebutkan: Adapun penyumbang kasus HIV/AIDS tersebut didominasi pelaku kelainan seksual Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, atau LGBT. Kemudian ada juga kasus dari golongan lainnya.
Pernyataan di atas juga tidak akurat karena lesbian, gay, biseksual dan transgender bukan kelaian seksual tapi orientasi seksual. Dalam konteks seksualitas tidak ada kelainan dalam menyalurkan birahi asalkan tidak melawan hukum.
Di atas sudah dijelaskan bahwa seks pada lesbian (L pada LGBT) bukan faktor risiko penularan HIV/AIDS karena bukan seks penetrasi. Selain itu transgender, dikenal luas sebagai Waria, juga tidak menyebarkan HIV/AIDS karena mereka pasif yaitu didatangi laki-laki heteroseksual, bahkan yang mempunyai istri, untuk melakukan hubungan seksual penetrasi (orang atau anal).
Ada pula pernyataan: Ia (Kepala Dinas Kesehatan Lombok Timur, Fathurrahman-Pen.) pun memperhatikan kasus tersebut akan terus bertambah, melihat banyaknya penderita yang masih malu untuk berobat.
Pernyataan ini tidak akurat karena warga yang terdeteksi HIV-positif melalui tes HIV yang susuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku akan dikonseling agar menjalani pengobatan dengan obat antiretriviral (ART).
Pertambahan kasus bukan karena penderita yang disebut malu berobat, tapi warga Lombok Timur, terutama laki-laki dewasa, yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual penetrasi tanpa kondom.
Seperti diketahui jumlah kasus yang dilaporkan, dalam hal ini 39, tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).