Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Skrining Atau Tes HIV di Kota Solo Langkah Penanggulangan di Hilir

9 November 2024   15:20 Diperbarui: 9 November 2024   15:26 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: globalnews.ca)

Temuan 399 kasus baru orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Bengawan, periode Januari-Oktober mematik reaksi Pemkot Solo. Saat ini pemkot kebut skrining kelompok berisiko atau kelompok rentan. Ini langkah antisipasi, jika kondisi ODHA memburuk. Ini lead di berita "Temuan Kasus Baru HIV/AIDS di Kota Solo Cukup Tinggi, Ini Langkah Antisipasinya" (radarsolo.jawapos.com, 8/11/2024)

Ada beberapa hal yang perlu dikoreksi pada lead berita ini agar berita tidak misleading (menyesatkan), yaitu:

Pertama, penulisan ODHA tidak dengan huruf kapital karena ODHA bukan singkatan tapi kata yang mengacu ke Orang dengan HIV/AIDS yang merupakan padanan dari People Living with HIV/AIDS (PLWH) yang dianjurkan oleh (Mendiang) Prof Dr Anton M Moeliono, pakar bahasa dulu di Pusat Bahasa kepada aktivis YPI (Yayasan Pelita Ilmu) -- Syaiful W Harahap, Pers Meliput AIDS, Penerbit Sinar Harapan/Ford Foundation, Jakarta, 2000 (catatan kaki di halaman 17).

Kedua, temuan kasus HIV/AIDS sebanyak 399 periode Januari-Oktober 2024 tidak menggambarkan jumlah kasus HIV/AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Shyaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Shyaiful W. Harahap)

Maka, kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi, terutama laki-laki dewasa heteroseksual dan biseksual, jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Penularan tersebut terjadi tanpa disadari karena warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi tidak menyadari bahwa mereka sudah tertular HIV/AIDS karena tidak ada tanda-tanga, gejala-gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik mereka dan tidak ada pula keluhan kesehatan yang terkait langsung dengan infeksi HIV/AIDS.

Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)

Ketiga, 'skrining kelompok berisiko atau kelompok rentan' terjadi di hilir, padahal yang diperlukan dalam menanggulangi HIV/AIDS adalah langkah konkret di hulu yaitu menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV baru terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung serta cewek prostitusi online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun