"Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bengkulu mencatat tingginya kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di wilayah tersebut disebabkan seks bebas yang dilakukan oleh kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) dengan kategori Laki-laki Sama Laki-laki (LSL)." Ini lead di berita "Peningkatan kasus HIV di Bengkulu disebabkan oleh perilaku seks bebas di komunitas LGBT" (bengkulu.antaranews.com, 17/9/2024).
Ada beberapa hal yang misleading (menyesatkan) di lead berita ini:
Pertama, seks pada lesbian bukan faktor risiko penularan HIV/AIDS karena tidak ada seks penetrasi. Belum ada laporan kasus penularan melalui seks pada lesbian.
Kedua, seks pada transgender, lebih dikenal sebagai Waria, yang terjadi adalah laki-laki heteroseksual, umumnya yang punya istri, yang justru melakukan seks anal dengan Waria bukan antar Waria di komunitas mereka.
Ketiga, disebutkan .... dengan kategori Laki-laki Sama Laki-laki (LSL) .... Ini 'kan gay yang juga tida kasat mata. Kasus pada gay terdeteksi karena penjangkauan oleh komunitas.
Sejatinya, Dinkes Bengkulu keluarkan data yaitu jumlah kasus pada LSL (gay), pada laki-laki heteroseksual dan pada ibu rumah tangga (IRT) agar bisa dilihat perbandingannya.
Dalam berita Kepala Bidang (Kabid) Program Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Dinkes Provinsi Bengkulu, Ruslian, mengatakan: "Yang terbanyak positif terjangkit virus HIV ini didominasi dari populasi LGBT dan (LSL) yaitu sebanyak 70 orang." Â
Secara empiris kasus itu ada di terminal terakhir yaitu pada 70 LSL. Kalaupun ada penyebaran hanya terjadi di komunitas LSL.
Secara epidemi 1 kasus HIV/AIDS pada gay atau LSL berhenti pada pengidapnya karena dia tidak punya pasangan tetap (istri), penyebaran hanya terjadi di komuitas mereka.