Pemain sepak bola (pesepakbola) tim nasional (Timnas) Indonesia sejatinya warga negara asli (pribumi) karena dengan kehadiran pemain asing melalui naturalisasi merupakan perampasan hak pesepakbola pribumi.
Lain halnya dengan klub, dahulu dikenal sebagai perserikatan, silakan saja memakai pemain naturalisasi atau pemain bayaran melalui kontrak. Bahkan, semua pemain termasuk pemain cadangan boleh-boleh saja pemain kontrak atau naturalisasi.
Tapi, untuk pemain Timnas, tunggu dulu. Soalnya, apa yang patut kita banggakan dari sepak bola nasional hanya karena ulah pelatih Shin Tae-yong (STY) yang mengandalkan pemain naturalisasi. Itu artinya STY tidak melatih warga pribumi jadi pemain sepak bola, tapi hanya memoles pemain naturalasasi untuk menang agar posisinya aman.
Lalu, untuk apa STY dibayar kalau hanya memoles pemain naturalasasi?
Sama halnya ketika STY digadang-gadang sebagai pelatih yang yahud hanya kerena bisa mengalahkan Tim Jerman di Piala Dunia FIFA Rusia 2018 dengan skor 2-0 di babak penyisihan grup.
Kalau fakta keberhasilan Korsel kalahkan Jerman yang jadi pegangan punggawa PSSI dan Kemenpora untuk merekrut STY sebagai pelatih timnas Indonesia pada Desember 2019, maka inilah awal malapetaka yang mendera sepak bola nasional.
Dari aspek jurnalistik PSSI kemakan hiperrealitas yaitu ilusi keberhasilan STY dengan mengabaikan fakta pemain Korsel.
Baca juga: Hiperrealitas Terkait dengan Shin Tae-yong dan Pemain Naturalisasi (Kompasiana, 10 Mei 2024)
Soalnya, di tim Korsel itu beberapa pemainnya adalah pemain bayaran di klub-klub elite Eropa dan negara lain. Dua gol Korsel itu dilesatkan oleh Kim Young-gwon bermain di FC Tokyo, Jepang, dan Son Heung-min merumput di klub Liga Primer Inggris, Tottenham Hotspur.
Selain itu beberapa pemain sepak bola Korsel juga merumput di klub-klub elit di Inggris (Liga Primer), Jerman (Bundesliga), Italia (Seri A) dan Spanyol (La Liga). Itu artinya STY juga hanya memoles pemain yang sudah jadi masuk tim Korsel ke Piala Dunia Rusia 2018.