Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penyebutan Kelompok Tertentu dan Kontak Seksual pada Kasus Cacar Monyet Dorong Stigmatisasi dan Diskriminasi

8 September 2024   11:16 Diperbarui: 8 September 2024   11:22 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: ombudsman.hr)

Ketika dunia mengatasi epidemi HIV/AIDS kita malah menyuburkan mitos (anggapan yang salah) yang bermuara pada stigmatisasi (pemberikan cap buruk atau negatif) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS yang dalam kosa-kata atau terminologi internasional disebut PLWHA/People Living with HIV/AIDS).

Stigma dan diskrimanasi terjadi karena pemerintah dan instansi serta sebagian besar institusi mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan orang bule, kulit hitam, gay, Waria, pekerja seks komerisal (PSK), zina,  seks pranikah, seks di luar nikah, pelacuran, selingkuh dan lain-lain. Akibatnya, masyarakat memandang Odha tertular HIV/AIDS karena perilaku amoral. Secara empiris hal ini hanya mitos (anggapan yang salah).

Padahal, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (di luar nikah, zina dan seterusnya), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual di dalam dan di luar nikah (salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom). Ini fakta medis!

Tapi, karena penyebaran informasi yang juga disebarluaskan, ketika itu, media massa (surat kabar, majalan, radio dan TV) secara masif, maka setengah orang justru tergiring opininya dengan pijakan mitos sehingga menempatkan Odha sebagai objek untuk stigmatisasi dan diskriminasi.

Lalu, di akhir tahun 1999 muncul epedemi virus corona, yang kemudian oleh WHO disebut Covid-19. Lagi-lagi petinggi negeri ini mengait-ngaitkan penularan virus corona dengan kegiatan yang jika ditarik ke norma dan agama merupakan perbuatan, maaf, maksiat yaitu dansa. Padahal, penularan virus corona bukan karena melakukan dansa tapi karena ada kontak dekat dengan pengidap virus corona.

Tapi, lagi-lagi petinggi dan media massa serta media online juga media sosial mem-blow up dansa, maka masyarakatpun tergiring ke ranah, lagi-lagi mitos, yang berujung pada stigmatisasi dan diskriminasi terhadap orang-orang yang tertular virus corona.

Ternyata biarpun sudah ada dua kasus besar yang menyuburkan stigma dan diskrimanasi di Indonesia terkait dengan penyakit hanya karena, maaf, sumber memakai 'baju moral' lagi-lagi terulang sekarang terkait dengan virus cacar monyet.

Tidak kurang dari Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, yang mendorong stigma dan diskriminasi terkait dengan kasus virus cacar monyet: Penularan cacar monyet ini katanya 95 persen disebabkan oleh kontak seksual dan umumnya terjadi di kelompok tertentu saja (Menkes: Kasus Cacar Monyet Varian 1B Belum Terdeteksi di Indonesia, VOA Indonesia, 28/8/2024).

Penyebutan 'kelompok-kelompok tertentu' dan 'kontak seksual' tidak bijaksana karena sifatnya konotasi yang bermuara pada stigma (pemberian cap buruk atau negatif) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) kelak terhadap orang-orang yang terdeteksi dengan penyakit cacar monyet.

Soalnya, penularan virus cacar monyet (Monkeypox Virus) bukan hanya pada 'kalangan tertentu' dan bukan pula karena 'hubungan seksual' tapi terjadi pada semua kalangan mulai dari anak-anak, remaja, dewasa dan Lasia serta pada kalangan homoseksual dan heterosksual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun