Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sosialisasi HIV/AIDS Bukan Soal Bahayanya Tapi tentang Cara-cara Pencegahan yang Faktual

24 Juli 2024   08:11 Diperbarui: 24 Juli 2024   08:21 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
EQUALIZE - seruan bagi pemimpin dan komunitas global untuk atasi kesenjangan dan samakan akses layanan HIV (Sumber: blogs.worldbank.org)

Epidemi HIV/AIDS yang diakui pemerintah secara resmi di Indonesia bermula dari kasus kematian seorang laki-laki gay turis Belanda pengidap HIV/AIDS di RS Sanglah, Denpasar, 5/4/1987.

Padahal, setahun kemudian tapatnya 23/6/1988 ada penduduk asli Indonesia yang juga meninggal di RS Sanglah, Denpasar, karena penyakit terkait HIV/AIDS.

Jika berpijak pada statistik masa AIDS antara 5-15 tahun setelah tertular HIV, maka penduduk asli Indonesia itu paling tidak tertular HIV sekitar tahun 1983. Sedangkan epidemi HIV/AIDS secara global dimulai sejak tahun 1981.

Baca juga: Menyoal Kapan Kasus HIV/AIDS Pertama Ada di Indonesia

Karena penanggulangan HIV/AIDS secara nasional hanya berpijak pada orasi moral yang berujung pada mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS, maka jangan heran kalau kasus kumulatif HIV/AIDS sejak tahun 1987 -- 31 Maret 2023 berjumlah 672.266 yang terdiri atas 522.687 HIV dan 149.579 AIDS (Website HIV PIMS Indonesia).

Tapi, perlu diingat bahwa jumlah kasus yang dilaporkan tidak menggambarkan kasus AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Shyaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Shyaiful W. Harahap)

Insiden penularan HIV baru terus terjadi, terutama pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual yang tidak aman yaitu tidak memakai kondon dan dilakukan dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) yang sekarang berganti baju dengan prostitusi online dalam jaringan (Daring) di media sosil yang diakses melalui telepon selulus (Ponsel).

Laki-laki yang tertular HIV/AIDS jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah. Hal ini terjadi karena tidak ada gejala-gejala, tanda-tanda atau ciri-ciri yang khas AIDS pada warga yang tertular HIV/AIDS sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular jika tidak menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral/ART).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun