Sejatinya, kekerabatan bisa jadi solusi bagi yang memerlukan bantuan, tapi zaman mengerus kekerabatan (pertalian keluarga, persaudaraan) dari kehidupan bangsa ini. Bahkan, badan-badan amal lebih mementingkan warga di luar persaudaraan sebangsa.
Celakanya, pemerintah terpana dengan statement badan-badan internasional yang menempatkan Indonesia sebagai negara kaya dengan pendapatan menengah hanya berpijak pada fakta (statistik) yang jauh dari realitas sosial di social settings.
Padahal, kehidupan realistis menunjukkan tidak sedikit warga yang hidup di bawah garis kemiskinan, tidak mempunyai lahan di kampung yang mendorong urbanisasi. Mereka justru dihadang oleh arogansi pemerintah daerah yang jadi tujuan urbanisasi. Daerah-daerah tujuan urbanisasi itu lupa diri yang sebenarnya mereka besar karena terjadi pemusatan pembangunan yaitu pembangunan yang tidak merata di Tanah Air.
Beban warga yang tidak mempunyai penghasilan tetap kian berat ketika mereka menyekolahkan anak, terutama pendidikan dasar, karena pemerintah tidak menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan dasar yang gratis seperti diamanatkan UUD 1945.
Kebutuhan warga yang tidak bisa dipenuhi pemerintah jadi celah bagi kalangan oportunis (yaitu orang-orang yang menganut paham oportunisme: KBBI-paham yang semata-mata hendak mengambil keuntungan untuk diri sendiri dari kesempatan yang ada tanpa berpegang pada prinsip tertentu).
Salah satu kebutuhan itu adalah uang kontan untuk berbagai keperluan. Meminjam ke bank tidaklah mudah, apalagi rakyat kecil yang hanya membutuhkan dana di bawah Rp 1 juta. Belakangan ada pegadian, tapi harus dengan jaminan berupa barang. Ini juga sulit bagi kalangan orang kebanyakan.
Belakangan muncul Pinjol (pinjaman online) yaitu badan yang menyediakan pinjaman melalui online dari penyedia jasa keuangan yang beroperasi secara Daring (dalam jaringan).
Celakanya, ada Pinjol yang liar yaitu yang tidak mempunyai izin resmi sesuai dengan ketentuan yang diatur di bawah wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pinjol liar itu memberikan kemudahan untuk meminjam uang, tapi berujung pada kesengsaraan karena cara-cara penagihan, terutama bagi peminjam yang tidak melunasi angsuran sesuai dengan perjanjian. Bahkan, diancam identitas peminjam yang tidak bayar tagihan akan disebarkan melalui media sosial.