Bahkan, di Kabupaten Lebak, Banten, suami yang diberitahu istrinya yang melahirkan HIV-positif si suami kabur meninggal istrinya di rumah sakit dan anak-anaknya.
Baca juga: Kasus HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga di Banten Tanpa Penjelasan Bagaimana Mereka Tertular
Â
Jika dikaitkan dengan fakta 10 bayi lahir dengan HIV/AIDS, maka minimal ada 10 suami (baca: laki-laki) yang mengidap HIV/AIDS. Tapi, karena mereka tidak menjalani tes HIV maka mereka tidak mengakui bahwa mereka mengidap HIV/AIDS.
Akibatnya, mereka tidak menerapkan seks aman (memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual di dalam dan di luar nikah) yang pada giliranya ada risiko menularkan HIV/AIDS kepada pasangan seksnya.
Itu artinya jumlah perempuan, bisa jadi IRT, di Banten yang berisiko tertular HIV/AIDS bertambah banyak. Soalnya, tidak sedikit laki-laki yang mempunyai istri sah lebih dari satu di samping pasangan seksual lain.
Disebutkan pula: Pelayanan saat ini, lanjut Ati, sudah bisa didapatkan di Puskemas terdekat. Total ada 98 layanan kesehatan yang tersebat di 8 kabupaten/kota di Banten.
Apakah ada warga yang dengan sukarela datang ke Puskesmas untuk konseling dan tes HIV?
Selama ini yang terjadi adalah warga yang konseling dan selanjutnya tes HIV jika perilaku seksualnya berisiko dibawa oleh penjangkau (outreach) yakni relawan yang biasanya bernaung di lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Tapi, sejak Indonesia masuk ke G-20 tidak bisa lagi menerima hibah (grant) dari donor-donor asing karena dikategorikan sebagai negara maju dengan pengahasil tinggi.
Sebelum Indonesia masuk G-20 ada saja donor asing yang menyalurkan dana ke LSM yang antara lain dipakai untuk program penjangkauan.
Dengan kondisi ini pemerintah, dalam hal ini dinas-dinas kesehatan, hanya pasif yaitu menunggu warga yang sakit parah, misalnya dengan penyakit TBC, dan IRT hamil yang kemudian menjalani tes HIV.