Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Serial Debat Capres/Cawapres 2024 #1 Jakarta dan Jawa Tengah 5 Besar Kasus HIV/AIDS Nasional

10 Januari 2024   08:40 Diperbarui: 13 Januari 2024   05:49 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi -- Debat Capres untuk Pilpres 2024 (Foto: kompas.com)

Hiruk-pikuk debat calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024 ternyata mengabaikan masalah-masalah besar yang sedang dan akan dihadapi bangsa Indonesia, salah satu di antaranya adalah epidemi HIV/AIDS.

Padahal, epidemi HIV/AIDS di Indonesia diperkirakan bisa jadi 'afrika kedua' jika tidak ada langkah-langkah yang konkret untuk menanggulanginya, terutama intervensi di hulu untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa.

Maka jargon yang didengung-dengungkan pemerintah bahwa 'Indonesia Emas' di tahun 2045 bisa jadi hanya pada tahap perunggu, bahkan bisa memanen bencana sebagai 'afrika kedua.'

Jika isu ini jadi bahan debat Capres dan Cawapres yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentulah akan kelihatan seberapa jauh pemahaman mereka terkait dengan epidemi HIV/AIDS dan memberikan cara penanggulangan yang konkret di masa jabatan mereka. Tapi, KPU justru tidak melihat epidemi HIV/AIDS sebagai persoalan bangsa dan negara, maka ke depan epidemi ini akan jadi batu sandungan untuk kemajuan negeri ini.

Laporan sihakemkes menunjukkan sampai 31 Maret 2023 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia mencapai 672.266 yang terdiri atas 522.687 HIV dan 149.579 AIDS.

Jika dikaitkan dengan fenomena gunung es yang menyelimuti epidemi HIV/AIDS, angka tersebut (672.266) tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat.

Angka tersebut (672.266) hanya yang terdeteksi, sedangkan kasus lain di masyarakat di terdeteksi karena warga yang tertular HIV tidak menunjukkan tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan sebelum masa AIDS (secara statistik terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular HIV jika tidak menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral/ART).

Bayangkan, persentase kasus HIV-positif tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (70,2 %) yang diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16,0%).

Pengidap HIV (HIV-positif) yang berumur 25-40 tahun di 'Tahun Emas' 2045 akan berada di kelompok usia 46-61 tahun jika mereka bisa selamat melewati infeksi HIV. Sedangkan pengidap HIV (HIV-positif) yang berumur 20-24 tahun di 'Tahun Emas' 2045 akan berada di kelompok usia 41-45 tahun jika mereka bisa selamat melewati infeksi HIV.

Bisa jadi mereka justru jadi beban negara (baca: pemerintah) karena membutuhkan obat antiretroviral (ARV) dan pengobatan infeksi oportunistik lain. Laporan sehatnegeriku.kemkes.go.id (5/12/2017) menyebutkan di tahun anggaran 2017 pemerintah alokasikan dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk pembelian ARV saja sebesar Rp 800 miliar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun