Epidemi HIV/AIDS sudah berlangsung selama 42 tahun secara global sejak 1981, tapi Indonesia baru mengakui ada kasus HIV/AIDS di Tanah Air sejak 36 tahun lalu atau sejak April 1987 ketika seorang laki-laki turis Belanda meninggal di RS Sanglah, Denpasar, Bali, dengan penyakit yang terkait HIV/AIDS.
Sejak kasus itu muncul 1001 informasi yang sarat dengan pesan moral yang mengabaikan fakta medis tentang HIV/AIDS yang dikenal sebagai mitos (anggapan yang salah).
Mitos yang berkembang pesat di Indonesia terkait dengan HIV/AIDS, antara lain penularan HIV/AIDS terjadi karena gonta-ganti atau berganti-ganti pasangan.
Padahal, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah baik dengan pasangan tetap yang mengidap HIV/AIDS atau dengan pasangan yang gonta-ganti yang juga mengidap HIV/AIDS.
Maka, secara empiris gonta-ganti pasangan seks adalah perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS karena bisa saja terjadi salah satu dari pasangan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS jika laki-laki tidak memakai kondom.
Dalam materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS diperlukan yang akurat bukan mitos agar masyarakat memamahinya.
Baca juga: Berganti-ganti Pasangan Seksual Bukan Penyebab HIV/AIDS
Memang, vaksin HIV (medis) belum ditemukan, tapi secara empiris sudah ada vaksin HIV yaitu informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS.
Selama ini materi KIE tentang HIV/AIDS selalu dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga menghilangkan fakta medis tentang HIV/AIDS. Misalnya, mengait-ngaitkan gonta-ganti pasangan seks dengan penularan HIV/AIDS. Padahal, dalam pasangan yang tidak gonta-gantipun bisa terjadi penularan HIV/AIDS (lihat tabel).