Soal uang tabungan dipinjam guru tidak ada kaitannya dengan murid sebagai penabung. Itu urusan koperasi. Murid-murid mempunyai hak mutlak untuk mendapatkan uang tabungan mereka.
Begitu juga dengan yang terjadi di dua SD Tasikmalaya (Pakemitan dan Ciawi) dilaporkan Rp 800 juta uang tabungan murid di dua SD juga ditelep guru. Orang tua hanya bisa pasrah dan gigit jari karena mantan kepala sekolah yang mengelola tabungan anak-anak itu ingkar janji.
Dilaporkan oleh kompas.com (25/7-2023) kasus di Pangandaran uang dipinja guru, sedangkan yang di Tasikmalaya uang dibawa kabur pengelola yaitu mantan kepala sekolah.
Sudah saatnya pemerintah, dalam hal ini pemerintah kabupaten dan kota, meningkatkan literasi warga tentang keuangan agar tidak jadi korban.
Informasi tentang sistem keuangan yang perlu disampaikan yaitu uang akan aman disimpan di bank yang ditanggung oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Di setiap bank yang ditanggung oleh LPS ada keterangan yang menyebutkan bank tersebut masuk jaminan LPS. Artinya, nasabah, dalam hal penabung atau penyimpan uang di bank tersebut tidak akan kehilangan uangnya biarpun bank bangkrut atau ditutup.
Sementara lembaga keuangan lain, seperti koperasi, tidak masuk jaminan LPS. Maka, jika ada masalah di koperasi tersebut, seperti yang terjadi di Pangandaran, tidak ada lembaga yang menjamin uang simpanan di koperasi tersebut.
Dalam kaitan ini adalah langkah yang arif dan bijaksana jika, dulu disebut, bank-bank pembangunan daerah, mengulurkan tangan untuk memberikan ruang bagi murid-murid SD/Ibtidaiyah, SMP/Tsanawiah membuka rekening tabungan dengan nama orang tua dengan QQ nama anak.
Ada bank yang bisa menambah saldo tabungan dengan minimal Rp 10.000. Nah, kalau murid-murid itu mengumpulan uang untuk menabung dari sisa jajan, maka dianjurkan mereka menabung sekali seminggu. Misalnya, hari Jumat sebagai hari terkahir masuk sekolah.
Sejatinya pemerintah menangkap hasrat anak-anak, dalam hal ini murid SD, menabung. Sayang, pemerintah rupanya bergeming sehingga hasrat anak-anak itu justru dimanfaatkan oleh kalangan berdasi sebagai umpan yang akhirnya bikin anak-anak itu justru jadi korban. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H