"Tinggi, Kasus HIV-AIDS Remaja di Mataram" Ini judul berita di suarantb.com (6/7-2023).
Judul berita ini menggiring opini bahwa remaja bermsalah dengan HIV/AIDS. Tentu saja hal ini keliru besar karena kasus HIV/AIDS pada remaja merupakan realitas sosial.
Yang jadi persoalan besar adalah kalau kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada laki-laki beristri atau pada lanjut usia (Lansia).
HIV/AIDS pada laki-laki beristri akan mendorong kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga yang selanjutnya menambah jumlah bayi yang lahir dengan HIV/AIDS.
Begitu juga jika kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada Lansia dengan faktor risiko hubungan seksual, maka hal itu jadi persoalan karena pada Lansia banyak penyakit sehingga infeksi HIV akan meningkatkan kematian pada Lansia.
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Mataram, NTB, dr Margaretha Chepas, sebut secara kumulatif dari tahun 2001-2022 di kasus HIV/AIDS di Kota Mataram capai 630 terdiri atas 321 HIV dan 309 AIDS dengan 175 kematian.
Tapi, perlu diingat bahwa kasus yang dilaporkan, 630, tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Jumlah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi (630) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.
Maka, perlu upaya Pemerintah Kota Mataram untuk mencari warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteki. Soalnya, warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.