Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Ada Pelajar dan Mahasiswa di Kabupaten Siak yang Tertular HIV/AIDS?

9 November 2022   10:02 Diperbarui: 9 November 2022   10:05 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: dw.com)

Usia pelajar, remaja dan mahasiswa libido tinggi butuh penyaluran melalui hubungan seksual, tapi informasi tentang pencegahan HIV/AIDS tidak akurat

"Suara Bupati Siak (Provinsi Riau-pen.), Drs H Alfedri MSi, bergetar ketika menginformasikan 268 warga Siak terdeteksi HIV/AIDS. Dari jumlah itu, 11 pelajar dan mahasiswa" Ini lead pada pada berita "268 Kasus HIV AIDS, 11 Pelajar/Mahasiswa" di riaupos.jawapos.com (3/11-2022).

Ada beberapa hal terkait dengan lead berita ini, yaitu:

Pertama, jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS sebanyak 268 itu tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di wilayah Kabupaten Siak, Riau, karena perlu diingat bahwa jumlah kasus yang dilaporkan tidak menggambarkan kasus AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat matrik gunung es).

Matriks: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Maka, Pemkab Siak perlu membuat regulasi untuk mencari warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat karena mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah (Lihat matriks penyebaran HIV/AIDS melalui laki-laki yang tidak terdeteksi).

Matriks: Penyebaran HIV/AIDS Melalui Laki-laki Heteroseksual/Biseksual yang Tidak Terdeteksi. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Penyebaran HIV/AIDS Melalui Laki-laki Heteroseksual/Biseksual yang Tidak Terdeteksi. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Penularan HIV/AIDS terjadi tanpa mereka sadari karena tidak ada tanda-tanda, ciri-ciri atau gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5-15 setelah tertular HIV jika tidak jalani terapi dengan obat antiretroviral/ART).

Celakanya, berita-berita di media massa dan media online serta panggung ceramah moral selalu menyebut tanda-tanda, ciri-ciri atau gejala-gejala tanpa dikaitkan dengan prakondisi yaitu pernah atau sering melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS.

Baca juga: Informasi Ciri HIV/AIDS yang Menyesatkan dan Bikin Masyarakat Panik

Akibatnya, orang-orang yang pernah atau sering melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS, tapi tidak mengalami tanda-tanda, ciri-ciri atau gejala-gejala merasa tidak tertular HIV/AIDS. Maka, mereka inilah yang menyebarkan HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kedua, terkait dengan kasus HIV/AIDS pada pelajar, remaja, pemuda, dan mahasiswa adalah hal yang logis. Soalnya, libido (dorongan hasrat seksual) mereka sangat tinggi dan harus disaluran. Tidak ada subsitusi penyaluran libido selain melalui hubungan seksual penetrasi sesuai dengan orientasi seksual masing-masing.

Bisa juga melalui 'seks swalayan' yaitu onani (laki-laki) dan masturbasi (perempuan), tapi ini tidak tuntas sehingga libido tetap tinggi.

Celakanya, informasi HIV/AIDS yang dikemas dalam komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis tentang HIV/AIDS dan menyuburkan mitos.

Misalnya, mengait-ngaitkan pergaulan bebas, seks bebas, zina, seks pranikah, melacur dan homseksual dengan penularan HIV/AIDS. Padahal, secara faktual penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (pergaulan bebas, seks bebas, zina, seks pranikah, melacur dan homseksual), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (Lihat matrik sifat dan kondisi hubungan seksual).

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)

Karena kita orang dewasa selalu menembak pelajar, remaja dan mahasiswa terkait dengan seks, maka adalah hal yang sangat arif dan bijaksana kalau kita orang dewasa yang tidak mengidap HIV/AIDS membagi pengalaman bagaimana cara kita ketika jadi pelajar, remaja dan mahasiswa tidak melakukan pergaulan bebas, seks bebas, zina, seks pranikah, melacur dan homseksual.

Banyak orang yang tertular HIV/AIDS karena termakan atau terperangkap mitos HIV/AIDS. Maka, sudah saatnya materi KIE tentang HIV/AIDS berpijak pada fakta medis bukan moral.

Sayang, dalam berita tidak ada penjelas rinci tentang faktor risiko (cara penularan HIV/AIDS) pada kasus yang terdeteksi di Siak.

Soalnya, penyebaran HIV/AIDS yang potensial dilakukan oleh laki-laki heteroseksual jika dibandingkan dengan pelajar, remaja, mahasiswa serta homoseksual, dalam hal ini laki-laki gay (Lihat matriks penyebaran HIV/AIDS melalui laki-laki heteroseksual).

Disebutkan dalam berita: Mendapati hal itu, disebutkan Bupati Alfedri, teruslah melakukan penyuluhan dan pemantapan karakter. Lakukan pendekatan terhadap orangtua, bicarakan perihal pola asuh dan pengawasan orangtua.

Yang jadi persoalan besar bukan pada pelajar, remaja dan mahasiswa, tapi justru pada orang-orang tua yang mempunyai istri karena kalau mereka tertular HIV/AIDS dan tidak terdeteksi, maka mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS. Sedangkan pada pelajar, remaja dan mahasiswa HIV/AIDS ada di terminal terakhir karena mereka tidak mempuanyai istri. (Lihat matriks penyebaran HIV/AIDS melalui gay, pelajar dan orang dewasa).

Matriks: Penyebaran HIV/AIDS Melalui Laki-laki Heteroseksual/Biseksul Dibanding Gay dan Pelajar. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Penyebaran HIV/AIDS Melalui Laki-laki Heteroseksual/Biseksul Dibanding Gay dan Pelajar. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Tanpa ada langkah yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru di hulu, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual berisiko, maka selama itu pula kasus baru HIV/AIDS akan terus terjadi di Siak.

Penyebaran HIV/AIDS yang tidak disadari bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS' di wilayah Kabupaten Siak, Riau. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun