Tes HIV terhadap wanita pelayan kafe di Gianyar, Bali, dikawal polisi dan TNI. Ini berlawanan secara hukum dengan asas tes HIV yang sukarela (VCT)
"Memerangi kasus HIV/Aids yang jumlahnya semakin membengkak, belasan wanita pelayan kafe di Gianyar, menjalani test HIV, Rabu (12/10) malam." Ini ada dalam berita "PSK Warung Remang-remang Jalani Test HIV" di balitribune.co.id (13/10-2022).
Ada beberapa hal yang terkait dengan pernyataan dalam berita di atas, yaitu:
Pertama, yang menularkan HIV/AIDS ke wanita pelayan kafe adalah laki-laki dewasa pengidap HIV/AIDS melalui hubungan seksual tanpa kondom, bisa warga Gianyar atau pendatang, yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami sehingga ada pula risiko penularan ke istrinya yang bermuara ke bayi yang akan dilahirkan istrinya.
Kedua, bisa ratusan laki-laki, baik penduduk Gianyar maupun pendatang, yang berisiko tertular HIV/AIDS yaitu yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan wanita pelayan kafe pengidap HIV/AIDS.
Soalnya, seseorang terdeteksi HIV/AIDS minimal sudah tertular HIV/AIDS tiga bulan. Nah, kalau setiap malam 1 wanita pelayan kafe pengidap HIV/AIDS melayani 3 laki-laki, maka selama 3 bulan di sudah melayani 225 laki-laki (1 wanita pelayan kafe x 3 laki-laki per malam x 25 hari perbulan x 3 bulan).
Maka, persoalan bukan pada wanita pelayan kafe, tapi pada laki-laki (heteroseksual dan biseksual) yang tertular HIV/AIDS dari wanita pelayan kafe yang mengidap HIV/AIDS (lihat matriks penyebaran HIV/AIDS di Gianyar).
Dalam berita disebutkan: Pada kesempatan ini, pihak pengelola juga diminta berperan aktif. Karena upaya penanggulangan HIV/AIDs membutuhkan keterlibatan semua pihak secara menyeluruh intensif dan terpadu.
Pertanyaannya: Bagaimana cara pengelola kafe mengawasi hubungan seksual antara laki-laki dan wanita pelayan kafe?