Perilaku penyimpangan seksual adalah terminologi moral yang sama sekali tidak menjadi penyebab utama penularan HIV/AIDS
"Padahal edukasi ini penting mengingat pencegahan HIV-AIDS harus dimulai dari usia dini sebagai upaya menghindari anak dari perilaku penyimpangan seksual yang menjadi penyebab utama HIV-AIDS," ujar dr. Aladin (Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Sumatera Barat). Pernyataan ini ada dalam berita "2.704 Orang Terjangkit HIV-AIDS di Sumatera Barat" di tvrinews.com (29/8-2022).
Dalam berita disebut data Dinas Kesehatan Sumatera Barat (Sumbar) sampai akhir tahun 2021 jumlah penderita HIV/AIDS sudah mencapai 2.704. Sedangkan laporan siha.kemkes.go.id menunjukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Sumbar mencapai 6.669 yang terdiri atas 4.261 HIV dan 2.408 AIDS. Jumlah ini menempatkan Sumbar di peringkat ke-18 secara nasional dalam jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS.
Lagi-lagi pernyataan yang hanya mitos (anggapan yang salah) tentang penularan HIV/AIDS. Tidak ada kaitan 'perilaku penyimpangan seksual' dengan penularan HIV/AIDS karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual, dalam berita ini disebut 'perilaku penyimpangan seksual,' tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (lihat matriks).
Edukasi macam apapun selama informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama, maka selama itu pula informasi yang akurat tentang HIV/AIDS tidak pernah sampai ke masyarakat.
Lagi pula apakah edukasi dengan KIE bisa efektif menghentikan seseorang untuk melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS?
Ini perilaku-perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS:
(1). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,
(2). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,