Jargon 'seks bebas' pada akhirnya merupakan isu yang jadi kontra produktif dalam upaya menanggulangi epidemi HIV/AIDS di Tanah Air
Berdasarkan laporan siha.kemkes.go.id jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun 1987 sampai 31 Desember 2022 mencapai 579.188 yang terdiri atas 445.641 HIV dan 133.547 AIDS.
Yang perlu diingat jumlah yang dilaporkan ini tidak menggambarkan angka atau jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).
Kalangan ahli menyebut Indonesia merupakan salah satu dari empat negara di dunia dengan percepatan kasus HIV baru. Estimasi Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) setiap tahun ada 73.000 kasus HIV/AIDS baru. Jumlah ini di belakang China, India dan Russia (aidsmap.com, 4/9-2018). Sedangkan jumlah kasus HIV/AIDS berdasarkan estimasi WHO pada tahun 2000 sebanyak 630.000.
Dari tahun 2000 sampai sekarang berjalan 22 tahun bisa jadi jumlah kasus ril lebih dari estimasi itu. Andaikan estimasi itu tetap sama pada tahun 2021 itu artinya ada 50.812 kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi (630.000 - 579.188).
Secara empiris 50.812 warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi itu jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat secara horizontal, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Jika di antara 50.812 ada pekerja seks komersial (PSK), maka banyak laki-laki dewasa yang berisiko tertular HIV/AIDS yang akan bermuara pada istri dan anak yang dilahirkan istrinya (Lihat matriks risiko ibu rumah tanggal tertular HIV/AIDS).