(2). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan cewek prostitusi online, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, Â
(3). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks ana; dan seks oral) dengan waria. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong).
(4). Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom.
Kalau Pemkot Bandung tidak mempunyai program yang bisa melakukan intervensi kepada empat perilaku berisiko di atas, maka itu artinya insiden infeksi (kasus) HIV baru akan terus terjadi. Selain itu 5-6 ribu warga Kota Bandung pengidap HIV/AIDS yang tidak terdata jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Selain itu pengidap HIV/AIDS yang putus obat pun jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Perlu diketahui apa alasan Odha berhenti minum obat, jangan sekedar anggapan agar bisa dicari jalan keluar. Salah satu faktor yang banyak terjadi di beberapa daerah adalah jarak ke layanan kesehatan yang menyediakan obat antiretroviral (ARV) karena jarak ini memerlukan ongkos.
Bagi Odha dari kalangan miskin tentulah ongkos jadi persoalan besar. Maka, perlu mendekatkan layanan kesehatan yang menyediakan obat ARV ke lokasi tempat tinggal Odha.
Insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa terutama terjadi melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK (langsung) dan cewek prostitusi online.
Pemkot Bandung boleh-boleh saja menepuk dada dengan mengatakan: Di Kota Bandung tidak ada (lagi) pelacuran!
Secara de jure benar karena sejak reformasi ada gerakan moral yang menutup tempat-tempat pelacuran, seperti Saritem. Tapi, secara de facto praktek pelacuran tetap ada di Kota Bandung, terutama melalui prostitusi online.