Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Laporan Kasus HIV Positif Nasional Juli Sampai September 2021

22 Juli 2022   06:00 Diperbarui: 24 Juli 2022   14:57 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grafik: Faktor risiko kasus HIV-positif Juli-September 2021. (Sumber: SIHA Kemkes)

Kasus HIV-positif pada ibu hamil sebesar 16,4%. Ini menunjukkan suami mereka antara lain sebagai pelanggan pekerja seks komersial (PSK). Persentase kasus pada PSK dilaporkan 2,9%. Ini sangat masuk akal karena 1 PSK melayani 3-5 laki-laki setiap malam. Maka, persentase ibu hamil yang positif HIV pun lebih tinggi dari PSK.

Sedangkan pada waria dilaoporkan 1,5%. Ini juga terkait dengan ibu hamil karena pelanggan waria umumnya laki-laki beristri. Sebuah studi di Surabaya (1990-an) menunjukkan laki-laki beristri justru jadi perempuan (ditempong) ketika melakukan seks anal dengan waria. Dalam kondisi ini waria jadi laki-laki (menempong).

Berdasarkan jenis kelamin persentase HIV-positif yang ditemukan terbanyak pada laki-laki yaitu 73% dan perempuan sebesar 27%. Dengan persentase ini, maka rasio laki-laki dan perempuan adalah 2:1.

Sementara itu berdasarkan kelompok umur dilaporkan kasus HIV-positif yang ditemukan priode Juli-September 2022 terbanyak pada kelompok umur 25-49 tahun (69,4%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (18%), dan kelompok umur 50 tahun (7,2%).

Grafik: Kelompok umur kasus HIV-positif Juli-September 2021. (Sumber: SIHA Kemkes)
Grafik: Kelompok umur kasus HIV-positif Juli-September 2021. (Sumber: SIHA Kemkes)

Persentase kelompok umur itu realistis karena pada umur 25-49 tahun libido tinggi dan mereka umumnya sudah bekerja sehingga ada uang untuk membeli seks.

Yang jadi masalah besar adalah: Dengan kondisi penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa dicegah dengan kondom yang dijual bebas, mengapa tetap banyak yang tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual?

Tentu saja ada yang salah dalam sosialisasi HIV/AIDS karena materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS selalu dibalut dan dibumbui dengan moral dan agama yang mengaburkan fakta medis dan menyuburkan mitos (anggapan yang salah).

Misalnya, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual selalu dikait-kaitkan dengan seks sebelum menikah, zina, pelacuran, perselingkuhan dan homoseksual.

Bahkan, selalu dengan jargon yang ngaco bin ngawur yaitu 'seks bebas.' Tidak jelas apa arti dan makna 'seks bebas' karena ini terjemahan bebas dari 'free sex' yang justru tidak ada di kamus-kamus Bahasa Inggris.

Lagi pula penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas, zina, melacur, dan seterusnya), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu jika salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom setiap hubungan seksual (Lihat matriks).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun