Materi KIE tentang HIV/AIDS selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis HIV/AIDS kabur membuat masyarakat hanya mendapatkan mitos
"Pergaulan Seks Bebas Bisa Tularkan HIV, Ini Penjelasannya" Ini judul artikel di situs halodoc.com, 30/10-2020.
Lagi-lagi fakta medis dibawa ke ranah mitos (anggapan yang salah). Risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) bisa terjadi di dalam dan di luar nikah.
Risiko penularan HIV melalui hubungan seksual penetrasi terjadi bukan karena sifat hubungan seksual (di luar nikah, pranikah, zina, seks bebas, selingkuh, melacur, pergaulan seks bebas, dan lain-lan), tapi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual (salah satu atau kedua-dunya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom saat melakukan hubungan seksual). Lihat matriks di bawah ini.
Maka, judul artikel ini (Pergaulan Seks Bebas Bisa Tularkan HIV, Ini Penjelasannya) menyesatkan. Lagi pula, apa, sih, yang dimaksud dengan "Pergaulan Seks Bebas"?
Di awal tahun 1970-an muncul jargon moral yang tidak bermakna yaitu 'sek bebas' yang dijadikan padanan dari free sex yang tidak dikenal dalam dalam kosa kata Bahasa Inggris. Tidak ada terminologi free sex di Barat. Tidak ada pul laman (entry) free sex di kamus-kamus Bahasa Inggris. Yang ada adalah free love yaitu hubungan seksual tanpa ikatan nikah (The Advanced Learner's Dictionary of Current English, Oxford University Press, London, 1963).
Baca juga: 'Seks Bebas' Mengaburkan (Cara) Penularan HIV dan 'Seks Bebas' Jargon Moral yang Menyesatkan dan Menyudutkan Remaja
Istilah "seks bebas" jadi senjata moral kalangan orang tua untuk menyudutkan remaja yang disebut-sebut melakukan hubunga seksual di luar nikah. Padahal, di lokalisasi pelacuran sebagian besar laki-laki yang melacur justru kalangan dewasa dan sebagai suami.
Sebuah studi di Kota Surabaya, Jatim, di tahun 1990-an menunjukkan laki-laki pelanggan waria justru laki-laki beristri. Celakanya, suami-suami itu jadi "perempuan" (di kalangan waria disebut ditempong atau yang dianal), sedangkan waria jadi "laki-laki" (di kalangan waria disebut menempong atau yang menganal).