Ternyata BPJS Kesehatan tak punya opsi untuk membantu karyawan peserta BPJS Kesehatan ketika perusahaan tak bisa bayar premi karyawan ....
Pandemi virus corona (Covid-19) berdampak buruk secara global terhadap berbagai sektor dan aspek kehidupan. Salah satau dampaknya adalah ketidakmampuan beberapa perusahaan membayar gaji penuh dan premi asuransi kesehatan, dalam hal ini BPJS Kesehatan, karyawan.
Saat ini tidak pada tempatnya saling menyalahkan, misalnya BPJS Kesehatan mengatakan hal itu tanggung jawab perusahaan, karena kondisi yang memang kritis bahkan nyaris bisa disebut sebagai force majeure (suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan).
Jangankan membayar premi, untuk bayar gaji karyawan saja tidak sedikit perusahaan yang terpaksa memangkas jumlah karyawan. Sedangkan karyawan yang masih bekerja pun ada yang tidak menerima upah atau gaji sesuai dengan ketentuan upah.
Dalam kondisi itu perusahaan bisa saja memilih membayar gaji karyawan dan menangguhkan kewajiban lain, seperti premi asuransi kesehatan. Salah satu yang jadi masalah besar adalah pemerintah menetapkan bahwa karyawan wajib masuk kelas 1 pada BPJS Kesehatan.
Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1 Rp 150.000, Kelas 2 Rp 100.000, dan kelas 3. Rp 35.000. Besar iuran bulanan ini juga berpengaruh besar terhadap keuangan perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19.
Adalah cara yang arif dan bijaksana jika kelas karyawan berdasarkan golongan atau besaran gaji atau upah tidak dipaksa semua harus kelas 1.
Agaknya, pemerintah mengabaikan filosofi pajak yaitu tidak peduli terhadap masalah yang dihadapi pembayar pajak, dalam hal ini karyawan, yang mengalam masalah karena perusahaan terdampak pandemi. Padahal, sejatinya ketika pembayar pajak dalam kondisi kesulitan pemerintah harus hadir. Ini sesuai dengan filosofi pajak.
Jika dikaitkan dengan BPJS Kesehatan kewajiban pemerintah adalah membantu karyawan yang kesulitan berobat karena BPJS Kesehatan nonaktif dikarenkan premi belum dibayar. Salah satu langkah kecil yang jadi manfaat besar bagi karyawan yang BPJS Kesehatannya nonaktif adalah menalangi premi. Langkan yang realistis lain adalah membatalkan kewajiban kelas 1 bagi karyawan dengan menurunkan ke kelas 3 sehingga beban perusahaan lebih ringan di masa pandemi.
Penjelasan dari BPJS Kesehatan karyawan harus keluar dahulu baru bisa sebagai peserta mandiri. Persyaratan ini benar-benar konyol karena kalau keluar itu artinya tidak menerima gaji dan pesangon. Persyaratan kok tidak memihak kepada peserta?
Karena pandemi yang mengguncang dunia ini ‘kan bisa saja karyawan ditarik keluar dulu sebagai peserta mandiri, setelah keuangan perusahaan membaik kepesertaaan karyawan yang ditarik tadi dimasukkan lagi ke perusahaan. Langkah yang masuk akal yang tidak merugikan BPJS Kesehatan tapi tidak jadi opsi yang membantu karyawan yang terpuruk.
Sebagai peserta PRB (program rujuk balik) dengan beberapa jenis obat, pengalaman pahit tahun lalu benar-benar menyakitkan ketika BPJS Kesehatan nonaktif sehingga beberapa bulan harus membeli sendiri obat. Kondisinya kian runyam karena upah tidak dibayar penuh. Â
Dalam kondisi runyam yang dihadapi karyawan di masa pandemi pemerintah, dalam hal ini BPJS Kesehatan, justru tidak mempunyai opsi atau pilihan yang realistis untuk membantu karyawan yang tidak bisa berobat karena status nonaktif. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H