Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Paket Bansos Sembako Diganti Uang Tunai Tanpa Mekanisme Pengawasan

23 Januari 2021   16:32 Diperbarui: 23 Januari 2021   16:35 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di akhir tahun 2020 ada berita yang menyebutkan pemerintah akan mengganti bantuan sosial sembako (Bansos) Sembako (sembilan bahan pokok) jadi bantuan langsung (uang) tunai (BLT) mulai Januari 2021 di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri berulang kali dalam berbagai kesempatan penyerahan bantuan tunai selalu mengingatkan agar uang tidak dipakai beli pulsa dan rokok. Tapi, dengan langkah pemerintah mengganti Bansos Sembako dengan BLT sangat besar kemungkinan uang itu tidak dipakai beli sembako, tapi beli pulsa dan rokok.

Apakah ada mekanisme Kemensos melakukan pengawasan agar uang BLT tidak dipakai untuk beli rokok, pulsa atau BBM?

Tidak ada!

Itu artinya Kemensos sudah menjalankan program yang kontra produktif apalagi dikaitkan dengan peringatan Presiden Jokowi.

Berita penggantian Paket Sembali dengan BLT seakan datar saja karena warga atau keluarga penerima tetap tidak dirugikan. Paket Bansos di DKI Jakarta, misalnya, berisi 10 kg beras, 1 kantong tepung, 1 kantong kecap, 4 ikan kaleng kecil, 4 mie instan, 1 kantong bihun, 1 kaleng roti, dan 1 botol besar minyak goreng. Semula ada gula pasir belakangan tidak ada lagi gula pasir.

Disebutkan oleh Menko PMK, yang jadi Mensos Ad Interim, Muhadjir Effendy. bahwa langkah untuk mengganti Bansos Sembako dengan BLT sudah dikaji sebelum Mensos nonaktif Juliari Batubara tersandung kasus di KPK.

Tidak jelas apa alasan riil pemerintah dalam hal ini Kemenko PMK dan Kemensos mengganti Bansos Sembako jadi BLT. Ada pernyataan bahwa program BLT lebih mudah diawasi karena tidak ada proses lelang dan penunjukan langsung pihak yang menyerahkan Bansos ke warga.

Isi paket sembako tentu bisa dihitung hanya saja mungkin yang dipersoalkan adalah komisi melalui perbedaan harga. Tapi, ini tidak jadi masalah karena jumlah paket sesuai dengan nilai rupiah yang ditetapkan pemerintah.

Justru dengan proses lelang terbuka nilai paket lebih transparan. Peroalannya adalah merek bahan-bahan pokok yang ada di paket terkadang ganti tapi ada juga yang tidak ganti. Kalau pengadaan paket sembako dilakukan dengan lelang terbuka tentulah bisa diketahui nilai atau jumlah harga riil bahan-bahan yang ada dalam paket sembako.

Disebutkan bahwa penyerahan BLT akan dilakukan secara langsung ke rekening KPM (Keluarga Penerima Manfaat), jika KPM tidak punya rekening BLT akan diantar oleh petugas dari PT Pos Indonesia.

Yang jadi masalah sekarang secara empiris adalah untuk mendapatkan BLT setiap KPM harus menunggu undangan untuk mengambil uang tunia BLT. Tapi, pengalaman di sebuah kelurahan di Jakarta Timur menunjukkan sudah hari kedua penyerahan BLT ada yang belum menerima undangan.

Dan lagi tidak ada kepastian apakah penerima Paket Bansos masih menerima BLT. Ketika masih paket Bansos pada hari paket tiba KPM langsung menerima paket Bansos. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun