* Jika tidak ada pasal konkret menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa
Tampaknya, Pemkot Tangerang dan DPRD Tangerang, Banten, tidak belajar dari pengalaman daerah-daerah, provinsi, kabupaten dan kota yang sudah menerbitkan peraturan daerah (Perda) tentang penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS. Buktinya, Pemkot Tangerang dan DPRD Tangerang tetap akan mengesahkan Raperda Penanggulangan HIV/AIDS.
Data di Dinas Kesehatan Kota Tangerang menujukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS pada tahun 2019 sebanyak 238 kasus yang terdiri atas 161 HIV dan 77 AIDS (redaksi24.com, 19/2-2020).
Di Banten sudah ada Perda AIDS yaitu Perda Provinsi Banten No 6 Tahun 2010 tanggal 19 November 2010 tentang Penanggulagnan HIV dan AIDS sama sekali tidak ada pasal-pasal yang konkret untuk mencegah penularan HIV/AIDS.
Baca juga: Perda AIDS Prov Banten: Menanggulangi AIDS dengan Pasal-pasal Normatif
Sejarah kehadiran Perda AIDS di Indonesia bermula dari keberhasilan Thailand menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir. Thailand menjalankan program "wajib kondom 100 persen" bagi laki-laki yang seks dengan PSK. Hasilnya, jumlah calon taruna militer yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS turun tiap tahun.
Nah, kabar gembira itu pun dicangkok oleh Indonesia yang diwujudkan dalam bentuk Perda AIDS. Celakanya, unsur-unsur penting dalam program "wajib kondom 100 persen" itu justru tidak diterapkan dalam perda-perda AIDS.
Baca juga: Perda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand
Yang dicangkok di Perda AIDS hanya soal kondom, tapi tidak dengan implementasi yang komprehensif seperti yang dijalankan Thailand dengan "wajib kondom 100 persen".
Keberhasilan Thailand menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui "wajib kondom 100 persen" terjadi karena lokalisasi pelacuran dan rumah bordir harus mempunyai izin resmi.
Secara rutin dilakukan tes IMS (infeksi menular seksual, seperti GO, sifilis, dll.) terhadap PSK. Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS, maka germo atau mucikari yang mengantongi izin akan menerima sanksi hukum. Hal ini membuat germo akan menjalankan program "wajib kondom 100 persen" dengan sungguh-sungguh karena menyangkut kelanjutan usahanya.
Sedangkan di Indonesia program "wajib kondom 100 persen" mustahil dijalankan karena sejak reformasi lokasi dan lokalisasi, termasuk lokres (lokalisasi dan resosialisasi) pelacuran ditutup seingga praktek-praktek transaksi seks, bahkan melalui media sosial, tidak bisa dijangkau untuk menjalankan program "wajib kondom 100 persen".
Celakanya, Perda-perda AIDS di Indonesia justru mengancam PSK yang terdeteksi mengidap IMS. Seperti yang sudah terjadi di Kab Merauke, Papua, beberapa PSK dipenjarakan karena terdeteksi mengidap IMS. Sedangkan laki-laki yang menularkan IMS ke PSK dan laki-laki yang tertular IMS dari PSK akan jadi mata rantai penyebaran IMS di masyarakat.
Baca juga: Perda AIDS Merauke (Hanya) 'Menembak' PSK
Lagi pula 1 PSK dijeblokskan ke penjara, ratusan PSK baru akan mengisi kekosongan itu. PSK yang baru tidak jaminan mereka bebas IMS atau HIV/AIDS.
Sampai akhir 2019 sudah ada 134 Perda AIDS provinsi, kabupaten dan kota. Sedangkan peraturan gubernur, bupati dan walikota ada 9. Perda-perda dan peraturan ini hanya sebagai hiasan peraturan karena tidak bisa dijalankan.
Lagi pula prgoram penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia jika dibandingkan dengan Thailand hanya mengekor ke ekor program Thailand. Kondom di Thailand ada di urutan ke-5 dari program skala nasional, sedangkan di Indonesia kondom justru ada di uturan pertama sehingga tidak efektif karena terjadi penolakan (massal).
Baca juga: Program Penanggulangan AIDS di Indonesia Mengekor ke Ekor Program Thailand
Itu artinya kalau Perda AIDS Kota Tangerang kelak tidak menyentuh akar persoalan, terutama insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK, maka Perda AIDS itu akan sia-sia.
Begitu juga dengan pasal pasangan pra nikah harus melampirkan surat keterangan bebas dari penyakit HIV/AIDS yang dikeluarkan oleh rumah sakit (Cegah Penyebaran Virus, DPRD Kota Tangerang Finalisasi Raperda Penanggulangan HIV/AIDS, redaksi24.com, 19/2-2020). Ini juga tidak efektif karena bisa saja salah seorang dari pasangan itu melakukan perilaku berisiko setelah menikah sehingga tertular HIV/AIDS.
Lagi pula dalam kurun waktu 24 jam berapa pasangan, sih, yang menikah? Bandingkan dengan jumlah laki-laki dewasa, bahkan ada yang beristri, yang melakukan hubungan seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS dalam 24 jam yang sama.
Jumlah laki-laki dewasa, bahkan ada yang beristri, yang melakukan hubungan seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS dapat dilihat dari jumlah ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Yang perlu ada dalam Perda AIDS Kota Tangerang kelak adalah pasal-pasal yang menukik ke akar persoalan, al. menurunkan insiden infeksi HIV pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK. Tanpa program ini penyebaran HIV/AIDS di Kota Tangerang akan terus terjadi yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H