Dikatakan oleh Pengelola Program HIV/AIDS Dinkes Cianjur, Cicih Kurniasih: "Selama ini karena tidak memeriksakan diri sejak dini membuat kaum hawa dengan mudah tertular. Sehingga kami mengimbau ibu rumah tangga secara rutin memeriksakan diri dan melakukan tes VCT."
Pernyataan di atas benar-benar tidak masuk akal. IRT tertular HIV/AIDS bukan karena tidak memeriksakan diri, tapi karena perilaku seksual suami mereka yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS sehingga ketika suami mereka tertular HIV/AIDS ada risiko penularan HIV/AIDS ke IRT melalui hubungan seksual. Ini terjadi karena suami-suami itu tidak menyadari diri mereka tertular HIV/AIDS karena tidak ada tanda-tanda, ciri-ciri atau gejala-gejala khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.
Kalau saja Cicih dan wartawan yang menulis berita ini memahami epidemi HIV/AIDS dengan baik, maka berita ini justru diarahkan untuk menyasar suami-suami yang perilaku seksualnya berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.
Yang dianjurkan tes HIV rutin adalah suami-suami yang perilaku seksualnya berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, bukan ibu-ibu rumah tangga.
Dibagian lain ada pernyataan Sekretaris Komisi Perlindungan AIDS (KPA) Cianjur, Hilman, yang menilai risiko penularan HIV/AIDS pada pasangan suami istri dapat diminimalisir pada tahun 2020 dengan cara setiap calon pengantin diwajibkan melakukan tes VCT sebelum menikah.
Tes HIV terhadap calon pengantin bukan vaksin. Biar pun hasil tes HIV pada calon pengantin negatif itu tidak jaminan selama hidup dalam ikatan nikah suami akan tetap HIV-negatif. Soalnya, bisa saja suami melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV.
Baik Cicih maupun Hilman sama sekali tidak menyinggung perilaku sebagian laki-laki yang gemar membeli seks kepada PSK. Atau mereka ini menganggap di wilayah Kabupaten Cianjur tidak ada lagi pelacuran karena tidak ada lokasi atau lokalisasi pelacuran.
Secara de jure tidak ada lagi lokalisasi pelacuran yang dibina Dinas Sosial, tapi secara de facto tidak bisa dipungkiri transaksi seks dalam bentuk pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan berbagai modus, termasuk prostitusi online.
Selama Pemkab Cianjur tidak punya program riil untuk memaksa laki-laki dewasa memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru terjadi pada laki-laki.
Selanjutnya laki-laki yang tertular HIV/AIDS akan menularkan HIV/AIDS ke istrinya. Jika istrinya tertular HIV/AIDS, maka ada pula risiko penularan HIV/AIDS ke janin yang dikandung istrinya kelak terutama pada saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, terjadi secara diam-diam karena warga Cianjur pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi tidak menyadari dirinya mengidap HIV/AIDS. Ini akan bermuara pada 'ledakan AIDS'. *