Tanya Jawab AIDS No 1/Juli 2019
Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, WA dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS. Selain di Kompasiana, Tanya Jawab AIDS ini juga bisa dilihat di aidsindonesia.com. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap, melalui: (1) Telepon (021) 8566755, (2) e-mail: aidsindonesia@gmail.com, (3) WhatsApp: 0811974977. Redaksi.
Tanya: Saya seorang ibu sebagai single parent di Bali. Maaf sekali saya WA tengah malam. Saya sedih dan syok, Pak. Barusan anak laki-laki saya, berumur 24 tahun, bilang kalau dia kena HIV. (1) Apa dosa saya, Pak? Saya selalu berusaha jadi ibu yang baik. (2) Apa yang harus saya perbuat, Pak? (3) Pendapatan saya gak banyak. Anak saya tes HIV di rumah sakit swasta di salah satu kota di Bali. (4) Apakah anak saya umurnya pendek?
Via WA, 19/7-2019
Jawab: Ibu tidak sendirian karena banyak ibu yang juga menghadapi kenyataan pahit ketika anaknya terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Bahkan, banyak pula bayi yang lahir dengan HIV/AIDS. Ibu mereka tertular HIV dari suaminya. Banyak dari suami itu yang tidak jantan karena meninggalkan istri dan anak-anaknya ketika diberitahu anak dan istrinya mengidap HIV/AIDS.
(1). Tidak ada kaitan langsung antara dosa dan penularan HIV karena HIV juga menular melalui hubungan seksual di dalam nikah jika salah satu atau dua-duanya mengidap HIV/AIDS.
(2). Yang perlu ibu jalankan adalah memberikan dukungan yang positif bagi anak ibu. Menjaga kesehatannya dan tentus saja mengawasi jadwalnya meminum obat antiretroviral (ARV). Pengawasan ini penting karena ketika pertama kali diberikan obat ARV disebut obat lini pertama. Jika tidak teratur minum atau berhenti, maka ketika hendak minum obat ARV lagi akan diberikan obat lini kedua yang harganya lebih mahal. Jika lini kedua tidak diminum teratur atau berhenti, maka akan masuk ke obat lini ketiga yang harga jauh lebih mahal lagi.
(3). Ibu dan orang tua pengidap HIV/AIDS di Indonesia karena obat ARV diberikan gratis. Begitu juga dengan beberapa tes terkait HIV/AIDS serta obat-obatan untuk penyakit penyerta juga gratis. Jika anak ibu ikut program BPJS Kesehatan tentulah pengobatan dan obat-obatan lain juga gratis.
(4). Soal umur ada di tangan Tuhan. Banyak Odha (Orang dengan HIV/AIDS) yang sudah belasan tahun sejak terdeteksi tetap hidup dengan baik seperti layaknya orang yang tidak mengidap HIV/AIDS. Tentu saja jika minum obat ARV sesuai dengan anjuran dokter dengan menjaga kesehatan dan asupan gizi yang seimbang.
Sebaiknya ibu menghubungi kelompok dampingan di tempat tinggal ibu agar anak ibu berkumpul dengan teman sebaya dengan status HIV yang sama. Silakan ditanya ke rumah sakit tempat tes HIV nama dan alamat kelompok dukungan di tempat tinggal ibu. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H