Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Implikasi 5,3 Persen Kakek-Nenek dalam Populasi Indonesia

9 April 2019   16:22 Diperbarui: 9 April 2019   20:31 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pemain band gaek berumur di atas 65 yang tergabung dalam grup band

Selain itu perempuan di negara maju juga cenderung melahirkan di usia yang lebih tua sehingga jumlah anak yang dilahirkan pun sedikit.

Kondisi populasi dunia yang lebih banyak kakek-nenek berdampak yang luas terhadap ekonomi, al. penurunan populasi akan mengurangi tenaga kerja yang produktif yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas ekonomi yang berakhir pada tekanan terhadap pertumbuhan.

Dengan tingkat kakek-nenek 5,3 persen dari populasi tentulah Indonesia juga sudah harus memikirkan dampak jumlah penduduk yang berusia lanjut karena terkait dengan biaya hidup dan kesehatan.

Pembiayaan kesehatan dengan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) melalui BPJS Kesehatan yang tiap tahun tekor kelak akan berdampak terhadap kakek-nenek. Sebagai pensiuan PNS/ASN tidak masalah karena iuran dibayarkan langsung dari dana pensiun.

Tapi, bagi bukan pensiunan dan warga miskin tentulah jadi beban bagi pemerintah yang harus membayar iuran. Salah satu sektor pengeluaran BPJS Kesehatan adalah biaya pengobatan penyakit tidak menular (degeneratif).

Prof Dr Ascobat Gani, MPH, DrPH, pakar kesehatan masyarakat di FKM UI, menyebut selain penyakit menular ada penyakit degeneratif (penyakit yang tidak menular) menjadi persoalan besar di Indonesia, seperti darah tinggi, diabetes, dll. Untuk itulah Prof Ascobat, yang juga ikut dalam pokja Rumah Transisi Jokowi-JK, melihat perlu membalik pradigma berpikir terkait dengan pola hidup masyarakat.

[Baca juga: Jokowi: Empat Tahun Kita Swasembada Pangan]

Karena penyakit degeneratif bisa ditangani di awal, maka Prof Ascobat melihat pemerintah perlu melakukan survailans agar bisa diketahui penyakit masyarakat.

"Jangan ditunggu sampai sakit karena akan memerlukan biaya yang besar kalau sudah dirawat," kata Prof Ascobat mengingatkan.

Sedangkan penyakit menular, terutama malaria dan HIV/AIDS, diperlukan langkah-langkah konkret yang akurat agar penularan penyakit ini bisa dikendalikan.

Maka, seiring dengan penuaan adalah langkah yang arif dan bijaksana kalau pemerintah menjalakan saran Prof Ascobat. Persoalan yang dihadapi adalah Otonomi Daerah (Otda) yang tidak memungkinkan lagi ada program pusat ke daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun