Pukulan backhand Roger Federer yang dipuji-puji pengamat tenis lapangan karena dia melakukannya tanpa membalikkan badan jadi bagian dari kompetisi tenis di AS Terbuka (US Open). Â Turnamen tahunan ini menyediakan hadiah terbesar dari tiga grand slams lain yaitu Australia Terbuka, Roland Garros (Perancis), dan Wimbledon (Inggris).
Tidak tangung-tanggung AS Terbuka menyiapkan hadiah untuk juara tunggal putra dan putri masing-masing 3,7 juta dolar AS atau setara dengan Rp 54.612.000.000 atau Rp 54,6 miliar (kurs 1 dolar Rp 14.760). Fantastis. Hadian tunggal sudah cukup untuk hadiah atlet nasional peraih medali di Asian Games 2018.
AS Terbuka sudah berumur 50 tahun pada tahun ini. Turnamen ini dimulai di New York tahun 1968 yang ketika itu juara putra Arthur Ashe (AS), petenis kulit hitam yang dikabarkan ketika itu menerima perlakuan rasis. Sedangkan tunggal putri dimenangkan oleh Virginia Wade (Inggris).
Petenis putra yang bisa juara tiga kali berturut-turut adalah John McEnroe (AS) pada tahun 1979 -1981, dan Ivan Lendl (Czech) tahun 1985-1987. Sedangkan Federer (Swiss) mencatat rekor lima kali juara berturut-turut  yaitu tahun 2004-2008 (Baca juga: Federer, Petenis Rendah Hati yang Juarai 20 Grand Slam).
Sedangkan di tunggal putri yang bisa tiga kali juara berturut-turun hanya satu yaitu Serena Williams (AS) pada tahun 2012-2014. Tapi, ada yang bisa empat kali berturut-turut yaitu Chris Evert (AS) pada tahun 1975-1978. Sedangkan Steffi Graf lima kali juara tidak berturut-turut. Evert dan Serena enam kali juara. Juara terakhir (2017) dipegang oleh Sloane Stephens (AS).
Negara-negara asal petenis juara AS Terbuka, yaitu: (a) Tunggal putra: AS 19, Australia dan Swiss 6, Australia 4, Swedia dan Ceko 3, Argentina dan Serbia 2, Kroasi, Jerman, Inggris, Rumania dan Rusia 1 dan (b) Tunggal putri: AS 25, Jerman 6, Belgia 5, Australia 4, Rusia da Yugoslavia 2, Argentina, Inggris, Ceko, Spanyol, Swiss dan Italia 1.
Satu hal yang sangat kontras dari petenis-petenis handal dengan petenis, umumnya yang muda, Â adalah 'selebrasi' kemenangan jika bola tidak bisa dikembalikan lawan atau kembalian ke luar lapangan. Petenis handal, terutama Federer tidak pernah berteriak ke arah lawan. Dia mengepalkan tangan membelakangi lawan. Berbeda dengan petenis muda selalu berteriak sambil mengepalkan tangan ke arah lawan. Bahkan, ada yang berlari mendekati net sambil berteriak kegirangan.
Tingkah petenis-petenis pro yang berlaga di grand slams bisa jadi pelajaran bagi atlet-atlet kita untuk menempa diri jadi juara, tidak hanya nasional tapi internasional. Satu hal yang bisa jadi aneh adalah penyebut nama ketika berlaga karena yang disebut atau dipanggil adalah nama marga (family name). Ketika Yayuk Basuki, peringkat 21 WTA, berlaga di Wimbledon (1997) juri memanggilnya dengan panggilan "Ms Basuki" bukan seperti di Tanah Air dengan menyebut Yayuk.
Laga yang menarik di AS Open 2018 (28 Agustus -- 9 September 2018) untuk melihat siapa yang akan menggondol hadiah yang fantastis itu (dari berbagai sumber). *