Informasi yang akurat tentang HIV/AIDS sudah banjir, tapi pemahaman yang komprehensif terhadap epidemi HIV/AIDS ternyata tidak merata. Lihat saja Raperda AIDS Provinsi Jawa Timur yang mewancakan penampungan bagi ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Ini merupakan langkah mundur dan kontra produktif terhadap penanggulangan HIV/AIDS.
Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Jawa Timur sampai 31 Maret 2017, seperti dilaporkan oleh Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 24 Mei 2017, sebanyak 50.057 yang terdiri atas 33.043 HIV dan 17.014 AIDS. Jumlah ini menempatkan Jawa Timur pada peringkat ke-2 secara nasional.
Berita berjudul DPRD Jatim Wacanakan Penampungan Bagi Penderita HIV/AIDS (nusantaranews.co, 16/7/2018) menggambarkan pemahaman tentang HIV/AIDS yang berada di titik nadir.
Pertama, orang-orang yang tertular HIV/AIDS tidak otomatis menderita. Bahkan, gajala-gejala terkait AIDS baru muncul di masa AIDS. Secara statistik masa AIDS terjadi pada kurun waktu antara 5-15 tahun setelah tertular HIV.
Kedua, HIV/AIDS bukan wabah karena tidak mudah menular melalui pergaulan seosial atau kehidupan sehari-hari sehingga pengidap HIV/AIDS tidak perlu ditampung, diasingkan atau dikarantina.
Pada lead berita disebutkan "Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur (DPRD Jatim) mewacanakan dibentuknya pusat penampungan bagi penderita HIV/AIDS di Jatim."
Langkah DPRD Jatim itu benar-benar di luar akal sehat karena HIV/AIDS bukan wabah sehingga pengidap HIV/AIDS, disebut ODHA (Orang dengan HIV/AIDS), tidak perlu diasingkan. Dengan menempatkan ODHA di 'pusat penampungan bagi penderita HIV/AIDS di Jatim' itu artinya dilakukan pengasingan, pengucilan dan karantina.
Mengapa DPRD Jatim mewacanakan penampungan bagi ODHA?
Ketua Komisi E DPRD Jatim Hartoyo, Partai Demokrat, mengatakan dengan adanya penampungan tersebut diharapkan bisa meminimalisir penyebaran HIV/AIDS.
DPRD Jatim dilaporkan akan segara mengetuk palu pengesahan peraturan dareah (Perda) tentang HIV/AIDS. Padahal, Pemprov Jatim sendiri sudah menelurkan Perda AIDS yaitu Perda No 5 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Jawa Timur (Baca juga: Menyibak Kiprah Perda AIDS Jatim). Tapi, perda ini pun tidak menyentuh akar persoalan tentang epidemi HIV/AIDS.
Tidak jelas bagaimana sinkronisasi antara Perda No 5/2004 dengan Raperda AIDS yang akan disahkan. Yang jelas raperda AIDS yang diinisIasi DPRD Jatim itu pun tidak menyentuh akar persoalan, bahkan hanya sebatas mengusung mitos (anggapan yang salah).Â