Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Banjarmasin sampai tahun 2017 dilaporkan 734. Sedangkan di Kalsel jumlahnya 2.065 yang terdiri atas 1.104 HIV dan 963 AIDS (kalsel.prokal.co, 20/3-2018).
Namun, perlu diingat bahwa kasus yang dilaporkan adalah kasus-kasus yang terdeteksi melalui berbagai cara, seperti survailans tes HIV pada kalangan tertentu, skirining darah donor di PMI, pada ibu hamil, pasien yang berobat ke fasilitas kesehatan, dll. Itu artinya ada warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi karena tidak terkait dengan hal-hal tadi.
Alasan lain adalah epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es, yaitu: jumlah kasus yang terdeteksi (di Kota Banjarmasin 734) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.
Terkait dengan penyebaran HIV/AIDS di Kota Banjarmasin, Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Dinkes Kota Banjarmasin, Kalsel, Dwi Atmi Susilastuti, mengimbau agar: " .... lakukan hubungan seksual yang memang sesuai dan halal." Imbauan ini ada dalam berita  Waspada HIV dan AIDS, Ini ada dala berita Waspada HIV dan AIDS, Begini Imbauan Kabid P2PL Dinkes Banjarmasin (banjarmasin.tribunnews.com, 28/6-2018),
Pertama, imbauan itu tidak akurat karena penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah atau pada hubungan seksual yang halal dan haram. Penularan HIV melalui hubungan seksual terjadi karena kondisi hubungan seksual yaitu salah satu atau kedua pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual. Bukan karena sifat hubungan seksual (halal, haram, zina, di luar nikah, seks pranikah, selingkuh, pelacuran, waria, homoseksual, dll.).
(1). Laki-laki heteroseksual (secara seksual tertarik kepada perempuan) yang  melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom di dalam ikatan pernikahan yang sah dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu di antara perempuan tsb. ada yang mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko suami tertular HIV/AIDS.
(2) Perempuan heteroseksual (secara seksual tertarik kepada laki-laki) Â yang melakukan hubungan seksual di dalam ikatan pernikahan yang sah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi suami tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu di antara laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko istri tertular HIV/AIDS.
Lagi pula, 'hari gini' informasi HIV/AIDS sudah banjir tapi mengapa masih saja ada yang memberikan informasi HIV/AIDS yang tidak akurat. Dengan informasi yang tidak akurat terjadi misleading (menyesatkan) di masyarakat.
Seperti pada kondisi nomor (1) dan (2) tentulah hubungan seksual halal seperti yang dimaksudkan oleh Dwi Atmi Susilastuti, tapi ada risiko penularan HIV. Warga yang melakukan perilaku nomor (1) dan (2) akan merasa aman karena hubungan seksual yang mereka lakukan halal. Padahal, perilaku tsb. berisiko tertular HIV.
Beberapa kasus menunjukkan suami perempuan hamil yang terdeteksi HIV/AIDS menolak untuk menjalani tes HIV secara sukarela. Itu artinya suami-suami tsb. jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.