Tanpa sadar kita jadi pelaku pada posisi "pembunuh kedua" (the second murderer) dalam kasus perempuan yang dimangsa piton di Sulawesi Tenggara (Sultra). Sama seperti kita yang juga sering terlena membaca berita perkosaan yang rinci sehingga kita seakan-akan ada pada posisi sebagai pelaku "pemerkosa kedua" (the second rapist).
Berita-berita tentang pembunuhan dan perkosaan yang ditulis rinci merupakan the second murder dan the second rape, sebagai pembaca kita pun jadi pelaku yaitu sebagai the second murderer dan the second rapist.
Dikabarkan seorang perempuan berumur 54 tahun di salah satu desa di Sultra hilang tanggal 14/6-2018. Dalam pencarian, warga menemukan piton yang tidak bisa bergerak. Warga curiga dan ternyata benar jasad perempuan itu ditemukan di perut piton. Sebelumnya (28/3/2017), di Sulawesi Barat (Sulbar) seorang petani juga ditelan piton. Korban laki-laki berumur 25 tahun ditemukan di perut piton.
Berita di beberapa media, seperti detiknews (15/6-2018), secara rinci menuliskan penjelasan seorang peneliti yang juga Kepala Laboratorium Herpitologi Puslit Biologi LIPI, Amir Hamidy, tentang proses "pembunuhan" seorang perempuan di Sultra yang dilakukan piton (Python reticulatus).
Apakah penjelasan pakar itu tentang proses pembunuhan seorang perempuan yang dilakukan seekor piton secara rinci layak disebarkan melalui media massa?
Untuk apa media menuliskan cara-cara piton menelan perempuan itu dan menjadikannya sebagai makanan secara rinci?
Apakah wartawan yang menulis berita itu dan pakar sebagai narasumner menyelami perasaan keluarga korban ketika membaca berita dan mendengar cerita orang tentang anggota keluarga mereka yang ditelan piton?
Saya hanya membaca berita-berita itu selintas karena tidak bisa membayangkan perlakuan piton terhadap korban. Situasi emosi kian tidak terkendali ketika membaca penjelasan pakar LIPI tentang proses pembunuhan korban sejak dibelit sampai jadi makanan di dalam perut piton. Digambarkan dengan jelas kondisi korban sejak awal sampai ke dalam perut piton.
Yang perlu disebarluaskan adalah cara-cara mencegah agar terhindar dari sergapan ular. Tempat-tempat yang banyak ular.
Tentu saja ada penjelasan berdasarkan pengamatan lapangan (empiris) tentang peran pemeintah daerah, terutama desa atau kelurahan, dalam menjaga warga agar waspada terhadap potensi serangan binatang buas dan binatang berbisa. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H