Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bukan Seks Menyimpang, Ini Penyebab Tingginya HIV/AIDS di Papua

24 Mei 2018   09:09 Diperbarui: 24 Mei 2018   11:36 4778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: youthstopaids.org)

Tes HIV di klinik VCT terjadi di hilir. Artinya warga yang terdeteksi sudah tertular HIV. Biar pun mereka diberikan obat antiretroviral (ARV) yang bisa menekan risiko menularkan HIV itu terjadi pada orang-orang yang sudah tertular HIV.

Perda AIDS

Persoalan besar adalah insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual dengan PSK dengan kondisi tidak memakai kondom. Celakanya, Pemprov Papua menjalankan program sunat pada laki-laki sebagai upaya menanggulangi HIV/AIDS [Baca juga: Penanggulangan AIDS di Papua dengan "Kondom Alam" dan AIDS di Papua: Sunat (Bisa) Menjerumuskan karena Dianggap Kondom (Alam)].

Sunat bukan mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual, tapi menurunkan risiko karena sebagaian penis (kepala penis) mengeras sehingga sulit 'ditembus' HIV. Tapi, batang penis yang luas permukaannya lebih besar menjadi pintu masuk bagi HIV melalui luka-luka mikroskopis ketika terjadi hubungan seksual tanpa kondom.

Beberapa tahun yang lalu ada pula kegaduhan yang menyesatkan yaitu menyebut buah merah bisa menyembuhkan AIDS. Setiap kali pelatihan di Papua penulis selalu ditodong dengan umpatan bahwa Jakarta (baca: pemerintan) tidak peduli dengan AIDS di Papua karena tidak mengembangkan buah merah untuk obat AIDS. 

Pada awalnya penulis kelabakan menjawab pertanyaan itu. Tapi, ketika pelatihan bersama Zulazmi Mamdy, MPH, FKM UI, ke Papua baru penulis dapat jawaban yang tepat: "Pak Syaiful, kalau buah merah bisa mengobati AIDS tentu tidak ada penduduk Papua yang mengidap AIDS." (Baca juga: Apakah Buah Merah Bisa Menyembuhkan HIV/AIDS?).

Soal jumlah kasus HIV/AIDS yang banyak terdeteksi secara epidemilogis justru lebih baik daripada tidak banyak kasus HIV/AIDS yang terdeteksi. Setiap kasus HIV/AIDS yang terdeteksi berati satu mata rantai penyebaran HIV diputus dan warga yang terdeteksi ditangani secara medis. Jika tes CD4 sudah di bawah 350 diberikan obat ARV sehingga kondisi pengidap HIV/AIDS tetap biasa dan risiko menularkan HIV bisa ditekan.

Sebaliknya, daerah-daerah dengan kasus HIV/AIDS yang sedikit terdeteksi belum tentu kasus HIV/AIDS di masyarakat tidak banyak karena epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Jumlah kasus yang terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS pertama di Indonesia diterbitkan di Nabire, Papua (Perda Kab Nabire No 18/2003, tanggal 31 Januari 2003). Sekarang hampir semua daerah, termasuk provinsi, punya Perda AIDS. Tapi, karena perda-perda itu dibalut dengan moral, maka tidak menukik ke akar persoalan (Baca juga: Perda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand).

Yang diperlukan di Papua adalah penanggulangan di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi (penularan) HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK. Ini bisa dilakukan dengan intervensi yang memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK. Ini bisa efektif kalau praktek PSK dilokalisir. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun