"Fenomena lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Kabupaten Bandung Barat (Provinsi Jawa Barat-pen,) mengalami tren peningkatan, hingga kini terdapat ribuan komunitas. Penduduk berusia produktif pun banyak yang terjangkit virus HIV/AIDS, karena terkena penularan melalui hubungan LGBT." Ini lead pada berita "Memprihatinkan, Tren LGBT di Bandung Barat Meningkat" (pikiran-rakyat.com, 21/5-2018).
Berdasarkan data KPA Bandung Barat sampai Desember 2017 tercatat 280 kasus HIV/AIDS di Bandung Barat. Dari jumlah tersebut, 14 persen di antaranya merupakan kalangan ibu rumah tangga.
Pernyataan " .... hingga kini terdapat ribuan komunitas ...." tidak masuk akal. Soalnya, komunitas adalah kumpulan orang-orang yang jumlahnya banyak berdasarkan kriteria, minat, hobi, dll.
Lagi pula ada pertanyaan besar terkait dengan publikasi instansi dan institusi terkait HIV/AIDS belakangan ini yaitu: data tentang LGBT tsb. apakah berasal dari sumber primer (yang bersangkutan), sumber sekunder (dari teman, kenalan, dll.) atau sumber-sumber tidak langsung (isu, rumor, kata-katanya, dll.).
Soalnya, secara fisikyang bisa dikenali dalam konteks LGBT hanya waria (transgender). Sedangkan lesbian, gay dan bisekual (laki-laki dan perempuan) tidak bisa dikenali dari fisik mereka. Nah, bagaimana Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Bandung Barat bisa mengenali warga dengan orientasi seksual lesbian, gay dan biseksual?
Disebutkan pula "Penduduk berusia produktif pun banyak yang terjangkit virus HIV/AIDS, karena terkena penularan melalui hubungan LGBT." Apakah ini fakta atau asumsi?
Soalnya, bagaimana mungkin ada 'penduduk berusia produktif' tertular HIV/AIDS melalui hubungan dengan lesbian? Lesbian adalah orientasi seksual pada perempuan yang hanya tertarik secara seksual dengan perempuan. Tidak ada seks penetrasi pada lesbian sehingga tidak ada risiko penularan HIV.
Apakah semua laki-laki berusia produktif pengiap HIV/AIDS di Bandung Barat hanya melakukan hubungan seksual dengan gay, biseksual dan transgender?
Dikatakan oleh Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) KBB, Lili Koesmadi Antoro: " .... fenomena LGBT berpotensi meningkatkan jumlah penderita HIV/AIDS, karena penularan dapat terjadi melalui hubungan seksual LGBT."
Dalam epidemi HIV/AIDS yang potensial menyebarkan HIV/AIDS adalah laki-laki heteroseksual karena mereka punya pasangan tetap yaitu istri. Bahkan, ada yang beristri lebih dari satu dan ada pula yang mempunyai pasangan seks lain, bahkan melakukan hubungan seksual juga dengan pekerja seks komersial (PSK).
Kalau Lili menampik di Bandung Barat tidak ada PSK hanya karena tidak ada lokalisasi pelacuran tidak tepat karena tanpa lokalisasi pelacuran pun tetap saja ada transaksi seks yang melibatkan PSK tidak langsung. Mereka ini menyaru sebagai pemijat di panti pijat plus-plus, cewek di diskotik, kafe, pub, disebut sebagai anak sekolah dan mahsiswi. Transaksi dilakukan dengan beragam modus sampai memakai media sosial.