Temuan kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu hamil juga terus terjadi di bebagai daerah. Bahkan di beberapa daerah kasus HIV/AIDS paling banyak terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga. Catatan PKBI menunjukkan dari tahun 1987 sampai September 2014 terdeteksi 6.539 kasus pada ibu rumah tangga (republika.co.id, 15/1-2015).
Celakanya, pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) daerah melakukan deteksi HIV/AIDS pada ibu rumah tangga tanpa mempertimbangkan dampak buruk terhadap perempuan. Dalam beberapa kasus suami justru menuduh istrinya yang selingkuh sehingga tertualr IMS atau HIV/AIDS.
Hal itu terjadi karena yang menjalani tes HIV duluan istri yang hamil. Kalau saja paradigma berpikir Dinkes dan KPA lebih objektif tentulah yang dites duluan suami. Soalnya, kalau hasil tes HIV suami negatif, maka istri tidak perlu menjalani tes HIV.
Tapi, sebaliknya ketika istri terdetesi HIV-positif ada suami yang menolak tes HIV dan menuding istrinya yang selingkuh. Yang terjadi di Kab Lebak, Prov Banten, ini bisa jadi pelajaran berharga. Dalam beberapa kasus perempuan yang akan melahirkan di RSUS Adjidarmo, Rangkasbitung, suami kabur meninggalkan anak dan istrinya ketika diberitahu istrinya mengidap HIV/AIDS.
Kanker serviks jadi penyebab kematian nomor satu pada perempuan di Indonesia pada tahun 2010 dengan 15.050 kasus baru dan 7.566 kematian setahun (kompas.com, 7/5-2010). Sedangkan  data Globocan yang dirilis oleh WHO/ICO Information Centre on HPV and Cervical Cancer tahun 2012, setiap jam 1 perempuan Indonesia karena kanker serviks, setiap hari diprediksi 58 kasus baru infeksi virus kanker serviks terjadi di Indonesia (tribunnews.com, 12/6-2017).
Salah satu penularan virus kankter serviks adalah dari laki-laki ke perempuan. Dalam kaitan ini suami jadi penular jika si suami sering melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan (Baca juga: Kanker Serviks Bukan Hanya Ulah Perempuan Semata).
Jaringan kerja menyebut diri sebagai pro perempuan, tapi ternyata mereka mengabaikan kekerasan (seksual) yang terjadi terhadap perempuan. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H