Beberapa negara berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK), seperti Thailand, karena program yang konkret yaitu 'memaksa laki-laki dewasa memakai kondom' setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK. Dengan program tsb. Thailand kini dengan 540.000 kasus membubukan 6.400 kasus baru setiap tahun. Bandingkan dengan Indonesia dengan 620.000 kasus mencatat 48.000 kasus baru setiap tahun (aidsdatahub.org).
Selama ini perzinaan, khususnya transaksi seks, dengan PSK terjadi di berbagai tempat, seperti penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang serta tempat-tempat lain. Ini membuat program seperti yang dijalankan Thailand tidak bisa dilakukan di Indonesia karena transaksi seks tidak bisa diintervensi. Di Thailand dan negara lain bisa dilakukan intervensi pemakaian kondom karena praktek transaksi seks dilokalisir atau di tempat-tempat yang memberoleh legalisasi, seperti rumah bordir, dll.
Praktek PSK Dikapling
Intervensi kian ruwet karena dalam prakteknya PSK ada dua tipe yaitu:
(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), dll.
Ketika zina jadi delik umum atau delik biasa, maka razia pun akan digencarkan tanpa mengunggu ada pengaduan. Yang jadi sasaran tentulah PSK langsung karena PSK tidak langsung tidak kasat mata.
Yang membeli seks ke PSK langsung adalah kalangan menengah ke bawah yang melakukan transaksi di tempat-tempat yang murah sesuai dengan isi kantong yaitu di penginapan, losmen dan hotel melati.
Selama ini razia Satpol PP dan polisi hanya menyasar penginapan, losmen dan hotel melati. Jika ini juga yang akan terjadi kalau kelak KUHP baru diundangkan dan zina jadi delik umum, maka razia akan kian gencar. Ini bisa saja menurunkan jumlah transaksi seks di kalangan menengah ke bawah.
Sedangkan praktek PSK tidak langsung terjadi di tempat-tempat yang jauh lebih aman dari razia 'penyakit masyarakat', seperti di apartemen dan hotel berbintang.
Di salah satu kota di Indonesia timur ada pengkaplingan praktek PSK. Bagi PSK yang berasal dari sebuah kota di bagian utara Indonesia tengah melayani laki-laki 'hidung belang' di hotel-hotel di kota, sedangkan PSK lain, terutama dari P Jawa dipaksa praktek di sebuah lokasi pelacuran di tengah hutan yang ditempuh 2-3 jam dari pusat kota.
Sepintas hal itu tidak bermakna. Tapi, realitas sosial menunjukkan lain. Kasus-kasus HIV/AIDS di daerah itu justru banyak terdeteksi di kalangan menengah ke atas. Ini terjadi karena praktek transaksi seks di hotel tidak diintervensi berupa anjuran kepada PSK untuk memaksa laki-laki memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual. Sedangkan di lokasi pelacuran ada aktivis yang mempromosikan 'seks aman' sehingga insiden infeksi HIV baru terjaga.
"Pak, Pak ....," teriak seorang perempuan di lokasi pelacuran tadi kepada penulis yang mengunjungi tempat itu sebagai studi lapangan untuk wartawan yang mengikuti pelatihan penulisan berita HIV/AIDS (2007).
"Bapak 'kan wartawan. Tolong, dong, tulis perlakuan kepada kami," kata perempuan setengah baya yang mengaku berasal dari ujung timur Pulau Jawa.
Perlakuan bagimana? "Ya, kami dipaksa di sini sedangkan cewek ... (menyebut nama kota di utara Indonesia tengah) boleh di hotel di kota," kata perempuan itu dengan memelas.
Di satu sisi mereka dirugikan karena hanya melayani laki-laki berkantong tipis, tapi di sisi lain mereka lebih aman karena ada intervensi untuk menerapkan 'seks aman'. Kasus infeksi menular seksual (IMS, seperti sifilis, GO, klamidia, dll.) serta HIV/AIDS bisa ditekan di lokasi ini yang tentu saja menguntungkan PSK dan laki-laki 'hidung belang' yang pada gilirannya menghambat penyebaran IMS dan HIV/AIDS ke masyarakat.
Sebaliknya, transaksi seks yang melibatkan PSK langsung dan PSK tidak langsung di hotel-hotel dan apartemen yang bebas razia berjalan tanpa intervensi sehingga ada risiko penyebaran IMS atau HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus dari laki-laki ke PSK dan sebaliknya dari PSK ke laki-laki.
Risiko bagi kalangan atas juga terjadi melalui transaksi seks dengan cewek gratifikasi seks karena ada anggapan cewek-cewek itu bukan PSK. Memang, mereka bukan PSK langsung tapi dalam prakteknya mereka termasuk PSK tidak langsung sehingga termaduk perempuan yang berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV.
 Laki-laki yang menularkan HIV ke PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H