Sepintas hal itu tidak bermakna. Tapi, realitas sosial menunjukkan lain. Kasus-kasus HIV/AIDS di daerah itu justru banyak terdeteksi di kalangan menengah ke atas. Ini terjadi karena praktek transaksi seks di hotel tidak diintervensi berupa anjuran kepada PSK untuk memaksa laki-laki memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual. Sedangkan di lokasi pelacuran ada aktivis yang mempromosikan 'seks aman' sehingga insiden infeksi HIV baru terjaga.
"Pak, Pak ....," teriak seorang perempuan di lokasi pelacuran tadi kepada penulis yang mengunjungi tempat itu sebagai studi lapangan untuk wartawan yang mengikuti pelatihan penulisan berita HIV/AIDS (2007).
"Bapak 'kan wartawan. Tolong, dong, tulis perlakuan kepada kami," kata perempuan setengah baya yang mengaku berasal dari ujung timur Pulau Jawa.
Perlakuan bagimana? "Ya, kami dipaksa di sini sedangkan cewek ... (menyebut nama kota di utara Indonesia tengah) boleh di hotel di kota," kata perempuan itu dengan memelas.
Di satu sisi mereka dirugikan karena hanya melayani laki-laki berkantong tipis, tapi di sisi lain mereka lebih aman karena ada intervensi untuk menerapkan 'seks aman'. Kasus infeksi menular seksual (IMS, seperti sifilis, GO, klamidia, dll.) serta HIV/AIDS bisa ditekan di lokasi ini yang tentu saja menguntungkan PSK dan laki-laki 'hidung belang' yang pada gilirannya menghambat penyebaran IMS dan HIV/AIDS ke masyarakat.
Sebaliknya, transaksi seks yang melibatkan PSK langsung dan PSK tidak langsung di hotel-hotel dan apartemen yang bebas razia berjalan tanpa intervensi sehingga ada risiko penyebaran IMS atau HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus dari laki-laki ke PSK dan sebaliknya dari PSK ke laki-laki.
Risiko bagi kalangan atas juga terjadi melalui transaksi seks dengan cewek gratifikasi seks karena ada anggapan cewek-cewek itu bukan PSK. Memang, mereka bukan PSK langsung tapi dalam prakteknya mereka termasuk PSK tidak langsung sehingga termaduk perempuan yang berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV.
 Laki-laki yang menularkan HIV ke PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H