Kasus HIV/AIDS di Indonesia sudah dikenal sejak April 1987, itu artinya 30 tahun yang lalu, tapi pemahaman terkait dengan cara-cara penularan dan pencegahan HIV tetap saja sangat rendah.
Judul berita ini salah satu di antaranya: "Seks Bebas Diduga Jadi Pemicu, Penderita HIV/AIDS Meningkat di Dompu" (Suara NTB, 7/1-2018). Dompu adalah sebuah kabupaten di Provinsi NTB.
Pertama, seks bebas yang merupakan terjemahan bebas dari 'free sex' adalah istilah yang ngawur bin ngaco. Dalam kamus-kamus Bahasa Inggris tidak ada entry (lema) 'free sex'. Maka istilah itu tidak dikenal dalam kosa kata Bahasa Inggris.
Lagi pula, apa, sih, yang dimaksud dengan 'seks bebas'? Kalau zina atau hubungan seksual di luar nikah dengan pekerja seks komersial (PSK) disebut sebagai 'seks bebas', mengapa zina melalui perselingkuhan dan hubungan seksual dengan perempuan yang bukan PSK tidak disebut 'seks bebas'? Itu artinya pemakaian terminologi 'seks bebas' tidak tepat dan bias.
Selain itu risiko penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah jika gubungan seksual dilakukan dengan pengidap HIV/AIDS dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual.
Sebaliknya jika hubungan seksual dilakukan oleh pasangan yang kedua-duanya tidak mengidap HIV/AIDS maka tidak akan ada penularan HIV biar pun hubungan seksual dilakukan di luar nikah.
Kedua, yang jadi pemicu insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, adalah perilaku seksual yang berisiko tertular HIV yaitu:
(a) Hubungan seksual yang dilakukan dengan pasangan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom di wilayah Dompun, di luar Dompu dan di luar negeri, dan
(b) Hubungan seksual yang dilakukan dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK di wilayah Dompu, di luar Dompu dan di luar negeri dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom.
Maka, judul berita tsb. tidak akurat sehingga termasuk sebagai pernyataan yang mengandung mitos (anggapan yang salah) terkait dengan HIV/AIDS sebagai fakta medis.
Ketiga, pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah dengan kasus baru sehingga jumlah kasus akan bertambah biar pun banyak pengidap HIV/AIDS yang meninggal.