Agaknya, setengah orang di negeri masih tetap saja memakai baju snobisme* dalam banyak aspek kehidupan. Promosi besar-besaran terkait kandungan Omega 3 menunjukkan sikap snobisme yang kental karena banyak orang yang berpaling dari fakta bahwa kandungan omega 3 justru paling banyak pada ikan kembung (marga Rastrelliger, suku Scombridae) tapi banyak yang justru memilih ikan salmon.
Dalam paparan materi, Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA (K), Poli Anak RSCM/FKUI Jakarta, juga melihat ada yang tidak pas dalam cara pikir terkait dengan kandungan Omega 3 pada ikan. "Banyak studi dan penelitian yang menunjukkan kandungan omega 3 pada ikan kembung justru lebih tinggi daripada pada ikan salmon," kata Dr. Damayanti pada acara pemberian materi bagi 20 blogger peserta "Danone Blogger Academy" bersama Kompasiana di Kantor Danone Indonesia, Gedung Cyber 2, Kuningan, Jakarta Selatan (3-4 November 2017).
Omega 3 ditemukan berawal dari masyarakat Eskimo di Kutub Utara yang tidak mengidap penyakit jantung, sedangkan warga Eskimo yang tinggal di luar kutub, seperti di negara-negara Skandinavia ternyata ada yang mengidap penyakit jantung. Penelitian menunjukkan hal itu terkait dengan pola makan. Warga Eskimo di kutub menjadikan ikan mentah sebagai makanan utama. Hasil analisisi menunjukkan ikan yang jadi makanan Eskimo mengandung asam lemak eikosatinpanoat (EPA). Belakangan asam lemak ini dikenal sebagai asam lemak Omega 3.
Penelitian terus dilakukan yang kemudian memunculkan beberapa manfaat asam lemak Omega 3, seperti mengatasi lemak, kesehatan otak bayi, tekanan darah, kesehatan jantung, dll. Disebutkan ada 17 manfaat asam lemak Omega 3 yang suda terbukti secara medis. Asam lemak ini tidak bisa diproduksi tubuh.
Yang jadi pertanyaan besar adalah mengapa banyak orang yang memalingkan muka dari ikan kembung sebagai sumber asam lemak omega 3? Di beberapa daerah di Sumatera Utara ikan kembung dikenal dengan nama ikan gambolo.
Terkait dengan 1.000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) Dr Damayanti, anggota Ikatan Dokter Spesialis Anak Indonesia, juga menyangkan banyak orang tua yang memberikan makanan kepada bayi dan batita yang bukan makanan keluarga. Makanan itu adalah makanan-makanan yang ditawarkan dengan kemewahan skala internasional. "Berikan bayi dan batita dengan makanan yang jadi menu makanan keluarga," kata Dr. Damayanti.
Perlu juga dipertanyakan program Kementerian Kelautan dan Perikanan RI terkait dengan promosi ikan-ikan lokal karena restoran-restoran tidak pernah mengiklankan ikan kembung sebaga menu. Ikan kembung pun hanya dijual per ekor, padahal nilai ekonomis bisa ditingkatkan kalau dijadikan fillet (sayatan daging ikan).
Sudah saatnya mengangkat nilai ikan kembung agar tidak terus dilirik dengan sebelah mata karena dengan menjadikan ikan kembung sebagai menu rutin, maka tidak perlu lagi meminum suplemen untuk mendapatkan omega 3 (dari berbagai sumber).
* Dalam KBBI disebutkan snobisme adalah sikap atau perilaku seseorang yang senang meniru gaya hidup atau selera orang lain yang dianggap lebih daripadanya tanpa perasaan malu