Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasdem agar Tidak Bikin Malu Bangsa Jangan Menyuap, Terima Suap, dan Korupsi

15 September 2017   10:24 Diperbarui: 15 September 2017   17:49 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Berkaca diri (Sumber: www.lpm-paradigma.org)

"Singgung KPK, NasDem: Banyak OTT Justru Buat Bangsa Malu" Ini judul berita di detikNews (14/9-2017). Ini pernyataan Sekjen NasDem Johnny G Plate seperti dikutip detikNews. Sementara Jaksa Agung HM Prasetyo, yang juga kader NasDem, malah minta agar hak penuntutan ditarik dari KPK ke kejaksaan.

Dua pernyataan dari kader NasDem itu memberikan merupakan pernyataan di luar nalar keteika bangsa dijerat gurita suap dan korupsi dalam semua lini, bahkan di kementerian yang berasaskan agama pun terjadi pembegalan. Uang untuk dana pencetakan kitab suci diembat, dana untuk pendidikan sekolah keagamaan dirampok.

Pertama, siapa, sih, yang bikin malu bansa ini?

Tentu saja bukan KPK yang melakukan operasi tangkap tangan (OTT), tapi (perilaku) orang-orang, yaitu pegawsai negeri sipil (PNS) dan aparat, anggota legislatif dan anggota yudikatif yang menerima suap dan korupsi serta pihak swasta yang menyuap aparat dan anggota legislatif dan yudikatif.

OTT KPK justru menyelamatkan harga diri bangsa di tengah ketamakan orang-orang yang membegal uang negara dan uang rakyat melalui korupsi. Dua bulan belakangan ini saja KPK sudah melakukan dua OTT, yaitu Wali Kota Tegal (Jateng) dan Bupati Batubara (Sumut).  Data KPK per September 2016 jumlah anggota DPR dan DPRD yang dicokok KPK mencapai 119, gubernur 15, bupati/walikota 50 (kompas.com, 5/9-2016). Angka ini belum termasuk kasus OTT Oktober 2016 -- September 2017 dan kalangan swasta.

Kalau Sekjen NasDem mengatakan bahwa penangkapan pejabat negara dalam OTT bikin malu bangsa, lalu bagaimana dengan ulah gurita pejabat yang menggerogoti uang negara? Apakah mereka dibiarkan agar bangsa tidak malu karena perilalu busuk pejabat dibongkar KPK?

Kedua, justru kader NasDem masuk bui karena terbukti menerima suap. Maka, pernyataan Sekjen NasDem itu bak menepuk air di dulang terpercik muka sendiri. Sekjen Partai NasDem, Patrice Rio Capella, terbukti terima suap Rp 200 juta divonis hakim 1,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 50 juta atau subsider satu bulan kurungan. Rio didakwa jaksa KPK menerima hadiah dari Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti. Tujuannya, untuk mengamankan kasus korupsi dana bantuan sosial di Kejaksaan Agung (rimanews, 21/12-2015).

Yang tidak masuk akal Johnny seakan-akan merasa tidak menepuk air di dulang, padahal kader NasDem yang jadi terpidana itu jelas melakukan perbuatan yang melawan hukum yaitu menerima suap dari pejabat pemerintah. Swasta yang ditangkap KPK dalam OTT Wali Kota Tegal pun salah satu di antaranya adalah Ketua DPD Nasdem Kabupaten Brebes Amir Mirza Hutagalung yang kemudian dipecat NasDem (kompas.com, 30/8-2017)

Ketiga,  Jaksa Agung sendiri menyebutkan bahwa pernyataannya di Komisi III DPR diplesetkan (kompas.com, 14/9-2017). Menurut Prasetyo dia hanya menjelaskan kerja lembaga anti korupsi di Malaysia dan Singapura yang mendongkrat indeks persepsi korupsi di dua negara itu naik. Biar pun di dua negara itu ada kewenangan khusus penyelidikan dan penyidikan di lembaga anti korupsi, tapi penuntutan tetap di kejaksaan.

Masalahnya adalah terkait dengan kredibilitas Kejaksaan Agung dalam hal penuntutan kasus korupsi. Soalnya, ada beberapa kasus korupsi yang dituntut jaksa ternyata dibebaskan hakim di pengadilan. "Harusnya Jaksa Agung malu mau mengambil kewenangan penuntutan KPK karena penuntutan Kejaksaan masih belepotan," ujar Koordinator Divisi Investigasi Indonesian Corruption Watch (ICW), Febri Hendri (tribunnews.com, 12/9-2017).

Lagi pula Kejakgung kan punya wewenang khusus juga untuk menangani kasus-kasus suap dan korupsi. Tidak perlu berlomba, tapi usutlah kasus yang tidak ditangani KPK. Dalam beberapa kasus KPK justru melimpahkan kasus ke Polri dan Kejakgung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun