Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

HPN 2017, Menggugat Kepedulian Pers Nasional terhadap Penanggulangan HIV/AIDS

9 Februari 2017   05:04 Diperbarui: 9 Februari 2017   06:19 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau saja wartawan sedikit memutar otak tentulah bisa menulis berita yang komprehensif dengan perspektif kesehatan dengan narasumber yang kompeten agar berita AIDS tidak sekedar mitos. Celakanya, ada saja wartawan yang justru mewawancarai narasumber yang tidak berkompeten dalam bidang HIV/AIDS, seperti pemuka agama dan dokter yang membalut lidahnya dengan moral.

Untuk itulah penulis mengembangkan jurnalisme harapan yaitu memberikan pencerahan kepada yang mengidap HIV/AIDS bahwa kehidupan mereka tetap akan berlanjut dengan obat antiretroviral (ARV) serta pola hidup yang baik. Bagi yang sering melakukan perilaku berisiko segera menjalani tes HIV agar tidak mencekalai orang lain, sedangkan bagi yang lain dianjurkan menghindari perilaku berisiko.

Sebagian besar berita HIV/AIDS ditulis wartawan dengan sudut pandang moral dan agama sehingga pesan yang diterima pembaca pun hanya seputar mitos. Dalam banyak berita HIV/AIDS selalu dikaitkan dengan ‘seks bebas’, seks menyimpang, di luar nikah, bukan dengan pasangan resmi/sah, seks pranikah, pelacuran, dll. Tentu saja ini tidak akurat karena penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas, seks menyimpang, dll.), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.

Selain itu dalam banyak berita HIV/AIDS tidak disebutkan cara-cara penularan dan pencegahan ang realistis. Pemakaian kata yang tidak baku dalam berita juga membuat informasi tentang HIV/AIDS tidak jelas. Misalnya, kondom disebut sebagai ‘pengaman’. Ini jelas tidak baku karena ‘pengaman’ tidak otomatis pengertiannya adalah kondom.

Selama media massa, media online dan media sosial di Indonesia tetap membalut informasi HIV/AIDS dengan moral, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru dan penyebaran di masyarakat terus terjadi secara terselubung karena terjadi tanpa disadari oleh orang-orang yang mengidap HIV/AIDS. Pada akhirnya epidemi HIV terselubung ini jadi ‘bom waktu’ yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun