“Dinas Kesehatan Kota Batam mencatat sepanjang tahun 2016 ini, sebanyak 57 orang telah meninggal dunia yang disebabkan virus Human Immuno Deficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).” Ini lead pada berita “57 Orang Batam Meninggal Karena HIV dan AIDS” (batampos.co.id, 12/11-2016).
Pernyataan pada lead berita ini “meninggal dunia yang disebabkan virus Human Immuno Deficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)” menyimpulkan bahwa kematian pada pengidap HIV/AIDS atau Odha (Orang dengan HIV/AIDS) terjadi karena HIV atau AIDS atau HIV/AIDS. pernyataan ini tidak akurat karena kematian pada Odha terjadi karena penyakit-penyakit yang muncul di masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV) yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.
Faktor Pendorong
Tidak jelas apakah pernyataan pada lead berita itu kutipan dari hasil wawancara atau merupakan kesimpulan wartawan sebagai bentuk interpretasi terhadap wawancara. Yang, jelas pengetahuan wartawan dan redaktur media online ini tentang HIV/AIDS sebagai fakta medis ada di titik nadir. Ini sangat menyedihkan karena media diharapkan bisa mencerahkan masyarakat agar melindungi diri sehingga tidak tertular HIV/AIDS. Tentu saja hal ini tidak akan tercapai kalau berita justru menyesatkan dan tidak informatif.
Di bagian lain disebutkan: Tingginya angka penderita HIV dan AIDS menjadikan Batam sebagai salah satu Kota endemi penyakit mematikan ini.
Dalam kaitan dengan penyakit endemi adalah penyakit yang berjangkit di satu daerah atau di kalangan tertentu. HIV/AIDS tidak berjangkit karena HIV sebagai virus hanya bisa ditularkan dari orang yang mengidap HIV/AIDS ke orang lain melalui cara-cara yang sangat khas, seperti hubungan seksual di dalam dan di luar nikah dengan kondisi suami atau laki-laki tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual.
Lalu, mengapa kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri)?
Disebutkan oleh Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Dinas Kesehatan Kota Batam, Sri Rupiati, dari Januari sampai September 2016 terdeteksi 703 kasus HIV/AIDS yang terdiri atas 508 HIV dan 195 AIDS dengan 57 kematian. Sejak kasus HIV/AIDS pertama terdeteksi di Batam pada tahun 1992 sampai sekarang sudah terdeteksi 6.881 kasus HIV/AIDS dengan 673 kematian.
Ada beberapa faktor yang mendorong penularan HIV/AIDS di Kota Batam, al. (a) praktek pelacuran yang tinggi, (b) tingkat pemakaian kondom yang rendah, (c) pembeli seks pada pekerja seks komersial (PSK) datang dari berbagai negara, dan (d) PSK yang praktek di Kota Batam datang dari seluruh Indonesia.
Ada juga praktek ‘istri simpanan’, yaitu laki-laki Malaysia dan Singapura menjadikan perempuan, khususnya perempuan penghibur al. PSK, sebagai istri yang dijenguk setiap akhir pekan. Seorang dokter di Batam pernah menemukan pasien perempuan kakak-beradik memakai penutup kepala dengan penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang sama. Perempuan ini menolak karena kata perempuan itu mereka bukan ‘perempuan nakal’. Memang, mereka dijadikan istri simpanan oleh laki-laki warga Malaysia yang diduga jadi penular penyakit IMS tsb.
Itulah sebabnya Kota Batam juga menjadi ‘pintu masuk’ penyebaran HIV/AIDS secara nasional. PSK dari berbagai daerah praktek di Kota Batam. PSK tsb. tentu saja pada saatnya akan mudik, misalnya, ketika lebaran. Jika ada di antara PSK itu yang tertular HIV di Kota Batam, maka dia akan menyebarkan HIV di kampung halamannya atau kota lain sebagai tempat praktek baru (Batam bisa Jadi ”Pintu Masuk” Epidemi HIV/AIDS Nasional).