Salah satu program global dalam penanggulangan HIV/AIDS sejak lima tahun yl. adalah tidak ada (lagi) kematian terkait HIV/AIDS dari program menuju nol, yakni: Zero new HIV infections. Zero discrimination. Zero deaths from AIDS-related illnesses.
Kematian pada pengidap HIV/AIDS adalah karena penyakit yang terkait dengan infeksi HIV bukan karena HIV atau AIDS. Maka, pernyataan pada lead berita ini tidak tepat. Dalam berita “111 Warga Cilegon Meninggal Akibat HIV/AIDS” (harianterbit.com, 6/9-2016) disebutkan “Selama kurun tahun 2015 hingga Juli 2016 dilaporkan sebanyak 111 warga Kota Cilegon, Banten, meninggal dunia akibat teridentifikasi positif penyakit Human Immuno Deficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).”
Pernyataan “meninggal dunia akibat teridentifikasi positif penyakit Human Immuno Deficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)” jelas tidak akurat karena kematian pengidap HIV/AIDS bukan karena HIV atau AIDS. Kematian pada pengidap HIV/AIDS disebabkan oleh penyakit-penyakit yang muncul pada masa AIDS, disebut infeksi oportunistik, (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV), seperti diare, TBC, dll.
Dengan kematian 111 dari 523 kasus HIV/AIDS (355 HIV dan 168 AIDS) atau 21,22 persen menunjukkan tingkat kematian (mortalitas) pengidap HIV/AIDS di Kota Cilegon, Provinsi Banten, sangat tinggi. Sayang, dalam berita tidak dijelaskan penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kematian 111 pengidap HIV/AIDS tsb.
Dengan tidak menyebutkan penyakit penyebab kematian, berita itu pun menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS karena disebutkan kematian 111 pengidap HIV/AIDS itu karena HIV/AIDS. Ini menyesatkan.
Ada kemungkinan 111 pengidap HIV/AIDS yang meninggal itu terjadi karena mereka terdeteksi mengidap HIV/AIDS setelah masa AIDS. Artinya, mereka sudah tertular antara 5-15 tahun sebelumnya sehinga ketika terdeteksi mereka sudah mengidap penyakit infeksi oportunistik.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cilegon, dr Ariadna, mengatakan: "Kami terus berupaya untuk mengantisipasi pencegahan penyakit yang hingga kini belum ditemukan obatnya."
HIV/AIDS bisa diobati, tapi tidak bisa disembuhkan yaitu dikenal sebagai obat antiretroviral (ARV). Seorang pengidap HIV/AIDS baru mulai meminum obat ART berdasarkan hasil tes CD4 yaitu 350. Obat ARV untuk menurunkan tingkat replikasi HIV di dalam darah pada pengidap HIV/AIDS, bahkan bisa HIV tidak terdeteksi setelah meminum obat ARV. Tapi, bukan berarti HIV tidak ada lagi di dalam darah. Hanya tidak terdeteksi.
Biar pun 111 pengidap HIV/AIDS yang meninggal itu terdeteksi di maxa AIDS kalau diberikan obat ARV akan menurunkan risiko kematian karena daya tahan tubuh mereka naik sehingga tidak mudah tertular penyakit infeksi oportunistik.
Disebutkan: Bahkan, mereka penderita penyakit itu didominasi ibu rumah tangga, sehingga cukup memprihatinkan kepada mereka sehari-harinya banyak tinggal di rumah.
Yang memprihatinkan adalah banyak suami di Kota Cilegon yang melakukan perilaku berisko, yaitu: