Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mendesak, Regulasi Ril di Sektor Industri Hulu Migas untuk Mendukung Ketahanan Energi Nasional

15 September 2016   10:41 Diperbarui: 15 September 2016   10:47 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Skenario ketahanan bahan bakar minyak (BBM) nasional menghadapi masalah besar karena konsumsi nasional tidak sebanding dengan produksi migas nasional. Dengan produksi minyak mentah 834.000 barrel/hari per Juli 2016, tentu saja tidak akan pernah mencukupi kebutuhan minyak mentah nasional yang mencapai 1,4 juta barrel/hari.

Maka, tidak ada pilihan lain selain mengimpor BBM dan minyak mentah. Selain membebani Anggaran Belanja dan Pendapatan Nasional (APBN), impor itu pun merusak tatanan ketahanan energi nasional karena terjadi ketergantungan yang sangat riskan. Fluktuasi kurs dolar AS dan konstelasi politik dunia mempengaruhi pasaran BBM dan minyak mentah dunia.

migas1-57da1623ed96733141fcf2c8.jpg
migas1-57da1623ed96733141fcf2c8.jpg
Produksi yang rendah itu, menurut Kepala Humas SKK Migas, Taslim Z. Yunus, al. karena sumber minyak mentah sekarang hanya mengandalkan sumur-sumur tua yang tidak produktif, di sisi lain penemuan sumur baru yang ekonomis pun sangat sedikit. Hal ini disampaikanTaslim pada acara “Kompasiana Nangkring bersama SK Migas” di Rarampa Culinary Experience, Keb Baru, Jakarta Selatan (26/8-2016).

Rantai Perizinan

Taslim memberikan contoh sumur di Bojonegoro, Jawa Timur. Pemerintah setempat mengeluarkan Perda yang mewajibkan perusahaan minyak memakai tenaga kerja lokal. “Wah, investor di sana kelabakan,” kata Taslim. Ini contoh kecil yang justru mengganggu kegiatan perusahaan karena kualifikasi yang dibutuhkan tidak selamanya tersedia di daerah tsb.

Penemuan sumur baru dengan produksi yang besar sangat sedikit karena investor yang tertarik di sektor hulu migas menghadapi segudang masalah mulai dari perizinan yang banyak dan lama sampai kepada tantangan kondisi alam. Selama ini investor migas yang sudah menang tender harus mengurus izin sebanyak 314 mulai dari izin di kementerian, lembaga sampai ke daerah tempat beroperasi. “Sekarang tinggal 71 izin,” kata Taslim sembari memberikan penjelasan hal itu berkat kebijakan pemerintahan Jokowi-JK yang menghapus peraturan-peraturan, termasuk peraturan daerah (Perda), yang menghambat investasi.

Kebutuhan migas nasional sangat tergantung pada produksi 67 wilayah kerja (WK) yang sudah memasuki fase produksi. Kebutuhan migas tidak bisa diharapkan sepenuhnya kepada 67 WK tsb. karena sebagaian besar merupakan sumur-sumur tua yang sudah berproduksi sejak puluhan tahun yl. “Sedikit saja 67 WK ini terganggu, produksi nasional akan terkena dampaknya,” ujar Taslim.

Sampai bulan Juni 2016 tercatat 289 WK migas di Indonesia. Dari jumlah ini 85 pengembangan WK migas telah disetujui dan sudah memasuki fase eksploitasi. Namun, hanya 67 WK yang sudah berproduksi, sedangkan 18 WK lain dalam tahap pengembangan. Sementara itu 204 WK migas lagi dalam fase eksplorasi.

Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka kebutuhan migas pun besar pula. Untuk itulah diperlukan ekspolasi yang banyak agar cadangan migas baru banyak yang ditemukan. Ini perlu dilakukan agar kebutuhan migas dalam negeri bisa tercukupi dan impor migas bisa dikurangi.

Secara ekonomis kebutuhan migas tidak akan terganggu jika setiap tahun jumlah cadangan migas baru minimal sama jumlahnya dengan cadangan yang diproduksi pada tahun yang sama.  Perbandingan antara cadangan yang baru ditemukan dan cadangan yang sedang dieksploitasi dikenal dengan istilah rasio penggantian cadangan atau reserve replacement ratio (RRR). Bisnis hulu migas bisa berjalan jika RRR minimal 100 persen.

migas2-57da165440afbdc83f1d90d8.jpg
migas2-57da165440afbdc83f1d90d8.jpg
Celakanya, kondisi di Indonesia menunjukkan dalam lima tahun terakhir angka RRR di bawah 100 persen. Persentase ini akan terus berkurang karena kontraktor yang melakukan pengeboran eksplorasi juga terus berkurang. Maka, “Eksplorasi secara masif diperlukan agar angka RRR bisa di atas 100 persen,” kata Deputi Pengendalian Perencanaan SKK Migas, Gunawan Sutadiwiria, dalam acara Forum Eksplorasi di Bandung (adv/kompas.com, 26/8-2016).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun