* Mengubah paradigma berpikir dari daging segar ke daging beku salah satu lompatan besar untuk menstabilkan harga daging
Setiap tahun jelang bulan puasa dan hari raya Idul Fitri daging sapi, di beberapa daerah daging kerbau, menjadi ‘menu khusus’ sebagai lauk makan sahur dan buka puasa hari pertama serta di hari raya. Bahkan, ada daerah di Sumatera Utara daging bisa jadi pemicu persoalan rumah tangga yang bisa berakhir perceraian. Celakanya, pada saat-saat genting itu harga daging justru meroket.
“Kami memang terlambat mengatisipasi permintaan Pak Presiden tentang kebutuhan daging jelang puasa,” kata Menteri Perdagangan, Thomas Lembang, pada acara Nangkring Kompasiana bersama Kementerian Perdangan: Beda Potongan, Beda Harga di Anomali Coffee, Jakarta Pusat, 22 Juni 2016. Padahal, jauh-jauh hari sebelum puasa Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah wanti-wanti kepada menteri terkait agar memperhatikan kebutuhan komoditas menjelang dan selama puasa serta jelang lebaran. Kondisi ini, harga daging yang meroket berulang terus-menerus tiap tahun.
Tingkat Konsumsi Daging
Padahal, tingkat konsumsi daging nasional per kapita termasuk rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Konsumsi daging nasional per kapita adalah 2,2 kg/tahun. Bandingkan dengan Argentina 55 kg, Brazil 40 kg, dan Jerman 40-45 kg. Sedangkan Singapura dan Malaysia 15 kg per kapita/tahun (agiantara, 5/11-2015). Dengan peningkatkan pendapatan konsumsi daging sapi naik dari 2,56 kg/kapita/tahun menjadi 2,61 kg/kapita/tahun (detikfinance, 8/12-2015).
Dengan tingkat konsumsi ini saja dan jumlah penduduk 258 juta di 2016 Indonesia membutuhkan daging tahun 2016 diproyeksikan kebutuhan daging dengan tingkat konsumsi 2,85 kg/tahun/kapita mencapai 738,025 ton atau setara dengan 4.341.323 ekor sapi hidup (www.sapibagus.com, 19/12-2015).
Tidak pelak lagi kebutuhan yang besar itu pun memicu harga daging di pasar mencapai puncaknya di kisaran Rp 120.000/kg. “Presiden Jokowi meminta agar harga daging Rp 80.000/kg,” ujar Lembong. Banyak kalangan yang pesimistis, tapi menurut Lembong, hal itu bukan mustahil karena harga daging sapi ditentukan oleh jenis daging: Beda Potogan, Beda Harga!
1. Primary Cut (tekstur dagingnya lebih lunak dan tidak terlalu berlemak) yaitu daging utama has dalam, has luar dan lamusix yang biasa dijadikan steak dan bahan menu di restoran) dengan harga pada kisaran Rp 120.000 – Rp 130.000 per kilogram.
2. Secondary Cut Type A-B (kualias sedang, bagus yang tidak selunak primary cut) yaitu daging yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai rendang, semur, dendeng dan abon yakni samcan, tanjung, sengkol, gandik, sampil dan pendasar. Daging ini di pasaran berharga Rp 80.000 – Rp 115.000.
3 Manufacturing Meat (daging untuk industri) yaitu tetelan 65-95 CL, daging dadu, dan daging giling dengan harga pada kisaran Rp 40.000 – Rp 60.000.