“Cina Tak Akan Terima Arbitrase Laut Cina Selatan” Ini judul berita di “BBC Indonesia” (9/6-2016). Ini tentu saja jadi ‘lampu kuning’ bagi Indonesia karena berdasarkan titik yang mereka sebut sebagai nine dash line yang dijadikan patokan oleh Cina ada bagian laut di Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang masuk wilayah terirorial Cina.
Beijing mengancam tidak akan mematuhi keputusan arbitrasi internasional terhadap sengketa Kepuluan Spratly yang diajukan oleh Filipina. Bahkan, Cina membangun landasan di pulau yang dipersengketakan itu.
Indonesia memang menolak klaim Cina atas Laut Natuna berdasarkan titik nine dash line karena sesuai dengan keputusan UNCLOS 200 PBB garis yang ditetapkan Cina itu jelas masuk ke wilayah laut Natuna.
Presiden Joko Widodo sendiri sudah mengeluarkan pernyataan ini "Sembilan titik garis yang selama ini diklaim Tingkok dan menandakan perbatasan maritimnya tidak memiliki dasar hukum internasional apa pun." Jokowi benar karena garis putus-putus merah yang dibuat Tiongkok itu sudah memasuki ZEE Indonesia yang sudah diakui PBB melalui UNCLOS yaitu 200 mil laut dari batas pasang surut.
Cara-cara Beijing mengintimidasi kapal patroli perikanan Kementerian KKP, KP Hiu 11 ketima menangkap kapal ikan Cina KM Kway Fey 10078 di Laut Natuna dengan cara kapal coast guard Cina mengejar kapal patroli KKP (19/3/2016). Beijing juga memrotes penangkapan kapal Gui Bei Yu 27088 berbendera oleh KRI TNI Oswald Siahaan-354. Kapal itu ditangkapo karena diduga mencuri ikan di Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) Indonesia di Perairan Natuna, Kepulauan Riau (27/5-2016).
Perlu juga dipikirkan kapal pengawas perikanan milik Kementerian KKP tidak hanya sekedar mengawasi, tapi melakukan patroli laut menjaga kedaulatan wilayah RI. Soalnya, kalau hanya kapal patroli dengan senjata pentungan tentulah maling ikan yang dikawal kapal coast guard tidak takut (Kapal Pengawas Perikanan RI, Lengkapilah dengan Meriam dan Helikopter).
Peristiwa-peristiwa yang memakai kekuatan militer itu jadi indikasi yang kuat sebagai upaya Cina menguasai Laut Cina Selatan yang tentu saja akan mencaplok wilayah Laut Natuna sesuai dengan dash lin yang dibuat oleh Beijing secara sepihak.
Terakhir langkah Beijing yang menerapkan ADIZ sebagai bagian dari provokasi kekuatan ‘Negeri Tirai Bambu’ dalam percaturan politik dunia, khususnya di wilayah Laut Cina Selatan. Secara sepihak Beijing menyatakan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) di angkasa beberapa bagian di wilayah udara Laut China Selatan. Bahkan, Menlu AS, John Kerry, dengan tegas meminta agar Cina tidak memberlakkan ADIZ.
Langkah-langkah ril untuk menguasai wilayah Laut Cina Selatan al. dengan membangun pulau buatan untuk kepentingan militer di wilayah sengketa yang dilengkapi dengan sebuah landasan pacu untuk pesawat terbang. Beijing sendiri kembali memperingatkan Filipina bahwa mereka tidak akan menerima hasil arbitrase internasional terkait pertikaian wilayah di Laut Cina Selatan (BBC Indonesia, 9/6-2016).
Dengan kondisi itu Laut Natuna dalam bahaya karena bisa saja Beijing menolak keputusan UNCLOS 200 PBB dan mengabaikan ZEE Indonesia. Selain diplomasi, perlu juga langkah-langah strategis untuk menjaga agar perairan Laut Natuna tidak dicaplok Beijing sebagai bagian dari dash line mereka. ***