Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Orientasi Seksual Bukan Penyebab HIV/AIDS

5 Maret 2016   11:16 Diperbarui: 5 Maret 2016   12:43 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

"260 Gay di Bandung Positif Terinfeksi HIV/AIDS

Ini judul berita di news.okezone.com (3/3-2016).

Judul ini sensasional sekaligus bombastis karena gay, salah satu orientasi seksual pada homoseksual, karena narasumber berita ini yaitu Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Achyani Raksanagara, sama sekali tidak menyebutkan gay dalam keterangannya terkait dengan jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Bandung, Jawa Barat.

Achyani mengatakan: "Kemudian yang (terinfeksi HIV/AIDS akibat) homoseksual adalah 8,7 persen."

Pernyataan “terinfeksi HIV/AIDS akibat” yang dalam kutipan ada di dalam tanda kurung tidak jelas apakah dari Achyani atau persepsi wartawan. Soalnya terinfeksi HIV/AIDS bukan akibat dari orientasi seksual, tapi karena kondisi ketika terjadi hubungan seksual yaitu salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom. Ini fakta.

Yang dikenal dalam terminologi HIV/AIDS adalah faktor risiko yaitu cara penularan HIV. Kalau pada gay melalui seks anal dan seks oral. Tapi, seks anal dan seks oral juga terjadi pada pasangan heteroseksual, bahan pada pasangan suami-istri yang terikat pernikahan yang sah.

Achyani tidak menyebut gay, tapi: Mengapa di judul berita yang muncul gay bukan homoseksual seperti dalam pernyataan Achyani?

Itu bisa terjadi karena wartawan atau redaktur yang membuat judul berita tsb. memakai moralitas dirinya dalam memaknai terminologi yang terkait dengan norma. Dalam hal ini gay menjadi pilihan karena terkait dengan kegaduhan yang sedang riuh yaitu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).

Disebutkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Bandung ada 3.000. Disebutkan dalam berita “Dengan prosentase itu (8,7 persen-pen.), artinya ada lebih dari 260 gay di Kota Bandung yang kini menjadi ODHA atau orang dengan HIV/AIDS. Hal itu karena hubungan homoseksual sangat rentan terhadap risiko penularah HIV/AIDS.”

Jika berpijak pada data yang disampaikan Achyani, maka kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di kalangan homoseksual yaitu lesbian, gay, biseksual dan transgender adalah 261. Bukan hanya gay. Tapi, sangat disayangkan wartawan memaknai homoseksal hanya gay. Ini yang menyesatkan. Judul berita itu pun menohok gay yang bisa berujung pada stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda).

Disebutkan lagi “Hal itu karena hubungan homoseksual sangat rentan terhadap risiko penularan HIV/AIDS”. Ini tidak akurat karena yang rentan tertular HIV bukan karena orientasi seksual (heteroseksual, biseksual, dan homoseksual), tapi karena hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dilakukan dengan yang mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama.

Hubungan seksual pada homoseksual, khususnya gay dan biseksua., adalah melalui seks anal dan seks oral. Perlu diingat ini juga dilakukan oleh sebagian pasangan heteroseksual, termasuk suami-istri.

Ada pula pernyataan Achyani: .... homoseksual adalah perilaku hubungan seksual berbahaya dan bisa jadi penyebab penularan HIV/AIDS.

Ini adalah mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS karena risiko tertular HIV melalui hubungan seksual bukan karena orientasi seksual (homoseksual), tapi karena kondisi hubungan seksual yaitu salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Ini fakta.

Hubungan seksual pada heteroseksal juga ‘berbahaya’ kalau dilakukan tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak lansung.

(1) PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat lain.

(2) PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG, ‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.

Sosialiasi cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS melalui media massa dan media sosial sangat efektif, tapi kalau materi yang disampaikan tidak akurat yang ditangkap masyarakat cuma mitos.

Akibatnya, banyak orang yang tidak memahami cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang konkret. Pada akhirnya infeksi HIV baru akan terus terjadi dan kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. *** [Syaiful W. Harahap – AIDS Watch Indonesia] ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun