Sambil membaca beberapa ayat suci Bu Haji meletakkan pisang ambon di punggung kiri.
Krakkkkk.... Daging seakan disayat. Nyeri. Perih.
Potongan karet gelang menempel di pisang ambon. Rupanya, karet itulah yang bergetar di dalam badan sehingga terasa seperti berdebar-debar.
Namun, beberapa hari setelah dari Bu Haji dada kiri sesekali masih saja bergetar dan terasa nyeri.
Kepalang berobat minggu berikutnya saya ke Pak Ajie (Misbach) di Cilegon, Banten. Pak Ajie juga sering membantu saya menarik benda di badan, di rumah dan di kantor, bahkan di jalan raya yang sering saya lewati.
Ke Pak Ajie tidak perlu bawa pisang ambon karena berbeda cara. Pak Ajie pakai daun, al. daun sirih, belembing sayur, dll. untuk menarik benda dari badan.
Pak Ajie menempelkan keris kecil ke punggung saya. Takkkkk.... Keris seperti berbeturan dengan logam. Duh, ada apa lagi ini.
“Ini kawat, Pak,” kata Pak Ajie sambil menunjukkan kawat sebesar anak korek api dengan panjang kira-kira 3 cm yang dibengkokkan.
Rupanya, karet gelang yang ditarik Bu Haji itu dililitkan oleh dukun santet ke kawat yang dibengkokkan. Gelang karet bergetar dan mendorong kawat menusuk-nusuk jantung. Tapi, benda itu belum menembus rusuk sehingga debaran terasa nyeri karena menusuk tulang rusuk.
Saya dan anak perempuan saya jadi sasaran santet karena sudah ‘dijual’ jadi tumbal (wadal) untuk pesugihan sala seorang kerabat. Orang yang memelihara pesugihan itu memakai ‘buto ijo’ sebagai senjata mencari kekayaan dengan syarat menyerangkan 17 tumbal.
Sudah 9 nyawa yang melayang dengan berbagai cara, ada yang sakit ada pula karena kecelakaan lalu lintas. Mulai dari adik, ipar, anak, menantu dan sopir sudah jadi tumbal. Nah, saya dan putri saya nomor 11 dan 10.