Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Realitas Sosial Terkait Stigma dan Penyebaran HIV yang Luput di Iklan AIDS

7 November 2015   11:07 Diperbarui: 7 November 2015   11:07 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, beberapa kasus menunjukkan ada suami yang langsung meninggalkan istri dan anak-anak ketika istri terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Ini umumnya terjadi ketika persalinan atau istri dirawat di rumah sakit. Kecurigaan dokter membawa istri-istri malang itu menjalani tes HIV.

Pelanggan PSK

Iklan itu juga mengandung mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS yakni melalui dialog: “Kita ‘kan orang baik-baik.” Ini jargon moral yang justru menyesatkan karena tidak ada kaitan langsung antara ‘orang tidak baik’ dengan penularan HIV. Melalui hubungan seksual dalam ikatan pernikahan yang sah pada kondisi kawin-cerai juga ada risiko tertular HIV jika salah satu darai pasangan tsb. sering ganti-ganti pasangan.

Nah, ketika suami diberitahu istrinya mengidap HIV/AIDS suami-suami itu pun memilih balik badan dan langkah seribu meninggalkan istri di rumah sakit.

Kalau saja ada konseling pasangan dan suami menjalani tes HIV tentulah akan lain hasilnya karena ketika konseling suami diberikan pemahaman tentang tanggung jawab akibat perilaku seksnya di luar pernikahan.

Karena suami-suami yang istrinya terdeteksi mengidap HIV tidak menjalani tes HIV sehingga lolos dari jangkauan advokasi, maka suami-suami itu pun menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan istri lain kalau istri lebih dari satu, ke PSK langsung (PSK yang kasat mata seperti yang mangkal di jalanan, di lokasi, dll.), ke PSK tidak langsung (PSK yang tidak kasat mata seperti cewek pub, cewek kafe, cewek pemijat plus-plus, ABG, ayam kampus, cewek gratifikasi seks, dll.), dan bisa juga ke sesama laki-laki dalam konteks LSL (lelaki suka seks lelaki). (Lihat Gambar 2).

 

 

Lagi pula tes HIV terhadap istri atau ibu hamil adalah langkah penanggulangan di hilir. Itu artinya pemerintah membiarkan ibu-ibu tertular HIV dari suami. Setelah tertular baru dites setelah hamil pula.

Memang, tes HIV terhadap ibu hamil berguna untuk mencegah penularan HIV secara vertikal ke bayi yang dikandungnya. Anak-anak bisa diselamatkan, tapi ibu-ibu merana sepanjang sisa hidupnya karena tidak ada program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti PSK langsung.

Itu artinya pemerintah tidak menjalankan program penanggulangan di hulu yang antara lain bisa menurunkan insiden penularan HIV terhadap istri. Data Kemenkes menebutkan ada 6,2 juta laki-laki pelanggan PSK langsung. Celakanya, 2,2 juta di antaranya adalah suami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun