Nah, mereka rupanya tidak terima. Belakangan tinggal satu yang terus-menerus menyantet. Orang ini, laki-laki, berkolaborasi dengan seorang dukun perempuan, di kota kabuaten “S” di Jawa Barat.
Dukun itu semula belajar ilmu putih, tapi dia banting stir ke ilmu hitam sehingga ‘tembakannya’ rada kuat. Ini cara baru dalam perdukunan yaitu laki-laki tadi menjadikan sanggama sebagai ritual mereka.
Pak Misbah menarik benda dari paha kiri bagian dalam sedikit di atas lutut. Paku. Panjang sekitar 3 cm dengan kepala. Itulah yang menyebabkan kram. “Untung belum naik ke atas, Pak,” kata Pak Misbah. Artinya, benda itu jalan di dalam tubuh tujuannya sampai ke jantung.
Kaki kiri terasa ringan. Tidak ada bekas walaupun ketika paku ditarik ada luka. Berikutnya adalah benda yang ada di pangkal hidung yang membuat lobang hidung sering tersumbat.
“Astaga, untung belum kena ke ekor mata,” ujar Pak Misbah setelah memegang benda yang ada di pangkal hidung. Benda itu turun ke bawah berada di sisi kanan pangkal hidung mendekat ekor mata kanan sebelah kiri.
Benda ditarik.
Huh .... Sepotong kawat. Lebih kecil dari batang korek api sekitar 3 cm panjangnya. Benda ini juga jalan sehingga terkadang sumbat di hidung, di lain waktu menyengat kepala sehingga nyeri.
Sedangkan ram sebelum puasa, betis kanan, juga saya bawa ke Pas Misbah. Ada potongan bambu selebar 1 cm dengan panjang 4 cm ditarik dari betis kanan.
Pengalaman ini saya tuliskan sebagai pengalaman (pahit) dan bisa menjadi pedoman bagi yang jadi korban santet. Bagi yang tidak percaya, mohonlah tidak perlu mengejek atau mencari, tapi Saudara bersyukur tidak jadi sasaran santet.
Jadi korban santet selain sakit juga juga makan hati karena selalu diejek dan dicaci sebagian orang dengan menyebut sebagai musyrik, syrik, orang bodoh, dst.
Pilihan hanya dua, yaitu: