Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bebas Visa Meningkatkan Kunjungan Wisatawan

29 Agustus 2013   20:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:38 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#10daysforASEAN Day 4

Berbagai kesepakatan terkait dengan sosial, ekonomi dan politik, dll. terjadi antar negara (bilateral), secara internasional (multilateral) dan antar negara pada komunitas bangsa-bangsa, seperti Uni Eropa dan Asean (Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam).

Salah satu kesepakatan dalam bidang politik adalah bebas visa (masuk ke satu negara hanya dengan bekal paspor) antara dua negara atau antar negara-negara dalam komunitas. Selain itu ada juga kebijakan visa on arrival/VOA (visa diberikan sesampainya di negara tujuan dengan proses yang cepat). Indonesia pun menerapkan VOA terhadap pendatang dari beberapa negara.

Bagi yang akan masuk ke suatu negara yang menerapkan aturan memiliki visaharus mengurus visa di kedutaan besar atau konsulat jenderal negara yang akan dituju. Langkah ini dianggap menghalangi mobilitas orang-orang yang akan bepergian dengan tujuan wisata.

Di kawasan Asean sudah terjalin kesepakatan bebas visa antar negara anggota dengan masa tinggal antara 14 hari sampai 30 hari untuk kunjungan sosial.

Tapi, satu negara anggota Asean yaitu Myanmar menerapkan VOA yangberlaku sejak 1 Mei 2010 dengan catatan masa berlaku paspor minimal enam bulan setelah kedatangan. VOA diberikan dengan bayaran 30 dolar AS (sekitar Rp 300.000) yang berlaku 28 hari serta tidak bisa diperpanjang.

Kebijakan bebas visa ibarat dua mata sisi. Pada sisi bisa menarik banyak wisatawan, tapi di sisi lain juga terkait dengan keamanan negara.

Bisa saja bebas visa dijadikan sebagai keuntungan intelijen dan kontra intelijen untuk masuk ke suatu negara yang menerapkan bebas visa untuk kunjungan sosial. Bisa pula bebas visa dimanfaatkan oleh jaringan terorisme dan sindikat narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) internasional.

Bebas visa banyak pula dimanfaatkan untuk bekerja di negara tujuan. Di Indonesia bebas visa banyak dimanfaatkan oleh jaringan narkoba, pekerja di sektor-sektor tertentu dan perempuan penghibur, al. pekerja seks komersial (PSK).

Kunjungan bebas visa dikategorikan sebagai kunjungan sosial yang sangat luas batasannya, tapi secara umum kunjungan sosial dimaksudkan sebagai kegiatan pariwisata.

Memang, penyalahgunaan bebas visa merupakan salah satu ekses buruk dari kebijakan bebas visa. Untuk itulah diperlukan sistem pengawasan yang ketat dan sistematis dengan melibatkan partisipasi masyarakat agar sepak-terjang warga negara asing terpantau.

Celakanya, di Indonesia ada subjektivitas terkait dengan pengawasan oleh masyarakat yaitu banyak orang yang merasa nyaman dengan kehadiran orang asing hanya karena satu keyakinan. Padahal, fakta menunjukkan kalangan tsb. justru banyak terlibat dalam perdangan gelap narkoba dan peredaran uang dolar AS palsu.

Bahkan, tidak sedikit perempuan Indonesia yang diperdaya oleh pendatang dari kawasan tertentu menjadi kurir narkoba. Awal tahun 2000, misalnya, dilaporkan ada 12 perempuan Indonesia yang tertangkap di beberapa bandara di luar negeri, salah satu di antaranya di Buenos Aires, Argentina.

Untuk itulah cara pandang pemerintah terhadap warga negara asing diubah. Selama ini yang dirazia justru penduduk, sedangkan warga negara asing tidak dirazia apalagi mereka tinggal di hotel mewah dan apartemen mewah.

Selain itu perlu pula sosialisasi yang berkelanjutan ke masyarakat untuk memberikan gambaran bahwa ada saja kemungkinan niat buruk dari warga negara asing yang berkunjung ke Indonesia. Maka, biar pun mempunyai keyakinan yang sama bisa saja terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan kepercayaan yang diberikan penduduk lokal kepada warga negara asing.

Seperti di negara lain razia selalu gencar dilakukan terhadap warga negara asing sehingga ruang gerak mereka untuk memanfaatkan bebas visa kian sempit. Perlu juga sanksi yang keras kepada pihak-pihak melindungi dan mempekerjakan warga negara asing agar ada efek jera.

Dengan pengawasan yang ketat ekses buruk bebas visa bisa ditekan. Maka, negara-negara yang sudah sepakat dalam satu komunitas amat layak menerapkan kebijakan bebas visa.***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun