’Seks bebas’ sendiri adalah istilah yang ngawur bin ngaco karena tidak jelas maknanya. Tidak ada hubungan seksual yang bebas atau gratis karena semua dengan pamrih biar pun dengan alasan ’suka sama suka’ tentulah ada imbalannya.
Istilah ini sendiri mundul di dekade 1970-an ketika ada gaya hidup sebagian anak muda, antara lain kalangan hippies, yang urakan dengan cara pergaulan yang khas, antara lain hubungan seksual yang terjadi di antara mereka.
Kalangan yang membalut lidah dengan moral pun menyebutnya sebagai free sex yang diterjemahkan secara bebas sebagai ’seks bebas’. Celakanya, dalam kosa kata Bahasa Inggris tidak ada laman (entry) free sex. Dalam banyak kamus tidak ada free sex.
Dalam sebuah kamus ditemukan laman free love yaitu hubungan seksual tanpa ikatan pernikah.
[Baca juga: ‘Seks Bebas’ Jargon Moral yang Menyesatkan dan Menyudutkan Remaja]
’Seks bebas’ pun kemudian menjadi jargon moral di Indonesia untuk menyebutkan kegiatan hubungan seksual di luar nikah.
Namun, ’seks bebas’ bebas dari stigma sehingga orang-orang yang melakukan ’seks bebas’ tidak lagi terbebani secara moral.
Tentu akan berbeda jika seorang suami tangkap basah dengan seorang perempuan yang bukan istrinya di sebuah tempat disebutkan bahwa laki-laki itu berzina. Ini akan memberikan stigma. Tapi, kalau disebut melakukan ’seks bebas’ tidak ada lagi beban karena jargon ini sangat ringan dan tidak ada stigma sosial.
Begitu pula dengan laki-laki dewasa yang pergi ke tempat pelacuran atau tempat-tempat hiburan yang menyediakan ’cewek’ akan melangkah dengan santai karena tidak ada lagi beban moral karena tidak ada stigma terhadap perilaku mereka.
Coba simak dialog ini:
”Dari mana, Pak,”