Tidak selamanya nama tempat, tokoh bahkan pahlawan pas sebagai nama bandar udara (bandara) al. karena nama tsb. tidak tertera dalam peta atau atlas dan tidak dikenal secara luas.
Presiden pertama AS, George Washington dan Presiden AS ke-16, Abraham Lincoln, misalnya, tidak dijadikan nama bandara. Padahal, jasa dan nama mereka terpatri dalam sejarah AS dan dunia.
Yang dijadikan nama bandara justru nama alm Presiden AS ke-35, John F. Kennedy yang disingkat dengan JFK International Airport yang dijadikan nama bandara di New York.
Charles de Gaulle dijadikan nama bandara di Paris. Sedangkan Wiston Churchil yang amat terkenal tidak dijadikan nama bandara di Inggris. Bandara di London dinamai Heathrow. Padahal, ada nama raja dan ratu Inggris yang mendunia.
Nama Tengku Abdurrahman di Malaysia sangat dikenal luas secara internasional karena dia lama memerintah Malaysia sebagai perdana menteri, tapi Kerajaan Malaysia justru tidak memakai namanya untuk bandara baru. Malaysia memilih nama ibu kota Kuala Lumpur sebagai nama bandara baru yaitu Kuala Lumpur International Airport dengan akronim KLIA. Orang Malaysia dengan lancar dan bangga menyebut KIELAIE kalau ditanya nama bandara di KIEL (KL).
Selain karena terkenal akronim nama juga jadi penting agar mudah diucapkan dan diingat.
Bandingkan dengan nama bandara baru Kota Medan, Sumut, yaitu Kuala Namu dengan call sign KNO. Bandara baru ini terletak 40 km ke arah Timur Laut Kota Medan. Banyak nama bandara di Indonesia yang tidak dikenal luas di internasional (Lihat: Nama Bandara di Indonesia (yang) Tidak Mendunia - http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/18/nama-bandara-di-indonesia-yang-tidak-mendunia-357661.html).
Bandara ini di bangun di bekas areal perkebunan PT Perkebunan Nusantara II, Tanjung Morawa, di Kuala Namu, Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, Sejak tahun lalu dibuka ’sayembara’ untuk nama bandara baru, tapi rupanya pemerintah di sana tidak mendapatkan nama yang pas.
Soekarno-Hatta sebagai nama bandara pun tidaklah sepopuler KLIA karena nama proklamator itu belum tentu ada dalam sejarah dunia di banyak negara.
Berbeda dengan Jakarta tentu ada dalam atlas dunia sehingga bisa dikenal luas. Maka, kalau saja dulu diberi nama Jakarta International Airport (JIA) tentu akan populer di mata dunia.
Ngurah Rai sebagai nama bandara di Kota Denpasar, Bali, tentulah akan lebih mudah diingat wisatawan jika disebut dengan nama Bali International Airport (BIA). Di banyak negara yang dikenal bukan Denpasar, tapi Bali. Bahkan, banyak orang di luar negeri yang hanya mengenal Bali, sedangkan Indonesia tidak mereka kenal secara luas.
Hal yang sama juga terjadi di Makassar. Dunia mengenal Celebes. Jauh lebih dikenal daripada nama pahalawan nasional Sultan Hasanuddin. Kalau saja bandara baru dinamai dengan Celebes International Airport atau Makassar International Airport akan lebih mudah dikenal di luar negeri.
Banya bandara di Indonesia dinamai dengan nama ’pahlawan’ lokal yang justru tidak dikenal secara luas (Lihat Tabel).
Menghargai pahlawan merupakan bentuk penghargaan, tapi tidak harus ditabalkan menjadi nama bandara.
Di Prov Sumatera Barat banyak pahlawan dan pujangga terkenal yang mendunia, tapi Pemprov Sumbar realistis dengan menamakan bandara baru di Kota Padang dengan Minangkabau International Airport (MIA). Ini jauh lebih populer daripada memakai nama pahlawan. Minangkabau adalah suku yang ada dalam (pelajaran) antropologi dan budaya.
Sudah saatnya kita berpikir global agar bisa dikenal luas dalam pergaulan internasional, al. dalam memberikan nama bandara karena bandara adalah pintu keluar masuk ke dunia internasional.***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H